Ketika Brand Berebut Slot Iklan Super Bowl

marketeers article
41614306 close up of an american football on the field, players in the background

Ajang tahunan Super Bowl ke-51 selesai sudah, New England Patriots berhasil pulang menjadi juara setelah mengalahkan Atlanta Falcon. Seperti biasa, ajang Super Bowl adalah momentum yang tidak bisa dilewatkan begitu saja oleh para brand.

Bagi brand di Amerika Serikat, Super Bowl tidak boleh terlewatkan. Bagi yang tidak terbiasa dan tidak paham, Super Bowl layaknya Final Piala Dunia Sepak Bola. Brand berbondong-bondong untuk mengisi slot iklan selama pagelaran Super Bowl. Padahal slot iklan yang tersedia tidak bisa dikatakan murah.

Setiap tahunnya biaya untuk beriklan di Super Bowl mengalami kenaikkan. Untuk Super Bowl tahun ini biaya yang harus digelontorkan oleh brand bila ingin mengisi slot dalam durasi 30 detik dibutuhkan anggaran dana sekitar US$ 5 juta atau setara dengan Rp 66 milar. Tahun sebelumnya dana yang diperlukan sekitar US$ 4,8 juta. Bahkan, brand masih rela mengeluarkan 25% dari US$ 5 juta hanya untuk menayangkan iklan sebelum pertandingan Super Bowl dimulai.

Harga yang ditawarkan sangat tinggi selama Super Bowl dikarenakan para brand rela membayar untuk bisa memamerkan produk mereka ke hadapan para penonton. Lantas, berapa jumlah penonton yang menyaksikan Super Bowl melalui layar kaca?

Berdasarkan situs Statista, semenjak 2010, angka penonton yang menyaksikan Super Bowl selalu berada di atas 100 juta penonton. Tahun 2017 ini, pertandingan antara New England Patriots melawan Atlanta Falcon disaksikan oleh 111,3 juta pasang mata.

Angka ini mengalami penurunan, dari tahun sebelumnya. Jumlah penonton Super Bowl terbanyak terjadi pada 2015 saat New England Patriots mengungguli Seattle Seahawks. Meski mengalami penurunan, hal ini tidak berbanding lurus dengan keingingan merek untuk beriklan dan harga slot yang ditawarkan. Setidaknya sejak 2011 kenaikan harga slot iklan mencapai rata-rata US$ 500 ribu atau setara dengan US$ 6 miliar.

Di Amerika Serikat, Super Bowl tidak sekadar ajang olahraga. Super Bowl adalah fenomena sosial dan budaya. Sebelum, saat, dan sesudah pertandingan, Super Bowl menjadi fokus diskusi di masyarakat, tidak heran brand rela menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk iklan 30 detik. Sebab Super Bowl menawarkan sebuah kesempatan besar bagi brand untuk disaksikan calon konsumennya.

Menjadi Corong Masyarakat

Ajang Super Bowl bagi para brand biasanya menjadi zona yang netral dari segala arus politik. Namun, Super Bowl tahun ini menjadi sebuah ajang bagi para brand untuk menyuarakan aspirasi politiknya. Hal ini tentu tidak lepas dari kebijakan Presiden Donald Trump terkait dengan kebijakan imigrasinya.

Kesetaraan, kesamaan, kebebasan, dan kesempatan menghiasi ragam tema iklan yang disajikan oleh para brand di ajang Super Bowl.

Airbnb misalnya tampil dengan simpel melalui iklan yang menghadirkan wajah manusia dalam beragam etnis, umur, dan kulit secara berganti-gantian. dengan pesan bertuliskan “We believe, no matter who you are, where you’re from, who you love, or who you worship, we all belong. The world is more beautiful the more you accept. #weaccept” Perusahaan teknologi di Amerika Serikat sangat vokal menentang kebijakan imigrasi Presiden Trump.

Produsen bir, Budweiser, menampilkan video yang lebih panjang mengisahkan seorang imigran asal Jerman yang mencoba peruntungan di Amerika Serikat pada era awal Amerika Serikat berdiri. Beragam cobaan dan lika liku berhasil dilewati imigran asal Jerman ini hingga akhirnya sukses mendirikan bisnis bir di Amerika Serikat.

Iklan dari Budweiser ini menimbulkan pro kontra di kalangan netizen di Amerika Serikat. Di Twitter ramai-ramai terjadi gerakan dengan tagar #BoycottBudweiser.

Perusahan perkakas dan perlengkapan 84 Lumber membuat video berseri yang lebih panjang mengisahkan perjalanan seorang ibu dan anak asal Meksiko berjalan kaki menempuh hari demi hari hanya untuk bisa menggapai mimpinya di tanah Amerika Serikat. Alih-alih menemukan tanah harapan, ibu dan anak justru menghadapi sebuah tembok besar di hadapannya.

Video dari 84 Lumber ini sangat mirip dengan kebijakan yang disebut-sebut akan segera dibangun oleh Presiden Trump yakni membangun tembok besar diantara Amerika Serikat dan Meksiko. Namun, dalam video ini sang ibu dan anak menyaksikan bagian tembok terbuka dan disinari dengan cahaya sembari muncul tulisan “The will to succeed is always welcome here.”

Coca-cola menampilkan sebuah video yang sangat tepat dalam situasi Amerika Serikat saat in. Coca-Cola menampilkan kembali video yang mereka rilis di 2014 berjudul Together is Beautiful. Coca-Cola menampilkan kekayaan alam Amerika Serikat melalui pemandangan yang indah, masyarakat Amerika Serikat yang berasal dari beragam latar belakang sembari menikmati sebotol Coca-Cola.

https://youtu.be/LhP5sDUnF6c

Melihat contoh ini, brand tidak hanya sekadar mencari keuntungan saja. Brand harus bisa menyampaikan aspirasi masyarakat umum, menjadi corong keadilan bagi kehidupan konsumennya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related