Berkaca dari Kasus Agus Buntung, Kenali 7 Taktik Manipulasi Psikologis
Jagat maya belakangan dihebohkan dengan kasus Agus buntung, yang mana seorang penyandang disabilitas di Nusa Tenggara Barat disinyalir melakukan pelecehan seksual. Menurut informasi yang beredar, ia melancarkan aksinya menggunakan taktik manipulasi.
Laporan terbaru dari Antara menyebut bahwa korban kini bertambah menjadi 15 orang. Dua di antaranya telah menyerahkan bukti berupa video serta rekaman suara yang mengindikasikan aksi grooming dan manipulasi psikologis.
Sayangnya, pihak kepolisian maupun kuasa hukum korban belum memerincikan bentuk manipulasi seperti apa yang dilancarkan oleh Agus ‘buntung.’ Kendati demikian, secara umum, ada beberapa taktik manipulasi dalam psikologi.
BACA JUGA: Bolehkah Orang Tua Menekan Anak untuk Belajar? Ini Kata Psikiater
Melansir Psych Central, berikut tujuh taktik manipulasi yang perlu diwaspadai:
Guilt-Tripping
Guilt-tripping adalah taktik saat seseorang membuat Anda merasa bersalah atas keputusan atau tindakan Anda. Mereka biasanya menggunakan pengorbanan mereka sebagai “alat” untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Menurut seorang terapis keluarga, Jason Drake, guilt-tripping sering kali dimanfaatkan untuk memengaruhi orang lain agar merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan atau kebutuhan sang manipulator.
Berbohong
Kebohongan merupakan taktik manipulasi klasik. Orang manipulatif mungkin berbohong untuk menghindari tanggung jawab, mendapatkan keuntungan, atau mengontrol situasi.
Misalnya, seorang remaja yang dilarang pergi dengan kelompok tertentu mungkin berbohong kepada orang tua tentang keberadaannya. Jika orang tua tidak memeriksa kebenarannya, sang remaja berhasil memanipulasi situasi.
Memberi Pujian Palsu
Pujian palsu sering kali digunakan untuk mendapatkan keuntungan emosional. Berbeda dengan pujian tulus, flattery biasanya memiliki agenda tersembunyi. Misalnya, orang yang menginginkan promosi mungkin terus-menerus memuji atasannya, bukan karena tulus, tetapi untuk mendapatkan posisi yang diinginkan.
Proyeksi Kesalahan pada Orang Lain
Proyeksi adalah saat seseorang menyalahkan emosi atau perilaku negatif mereka kepada orang lain. Misalnya, orang yang menciptakan konflik justru akan menuduh Anda sebagai penyebab masalah.
BACA JUGA: Manfaat di Balik Larangan Anak di Bawah 16 Tahun Akses Media Sosial
Menurut konselor berlisensi, Maggie Holland, proyeksi dapat membuat manipulator menghindari tanggung jawab atas tindakan mereka. Untuk mengatasi ini, Holland pun menyarankan untuk bertanya pada diri sendiri, “Apakah ini masalah saya atau masalah mereka?”
Memindahkan Tujuan
Orang manipulatif mungkin terus mengubah harapan mereka hingga membuat Anda merasa harus terus “mengejar” standar baru yang tak pernah bisa dicapai. Misalnya, setelah Anda memenuhi satu permintaan, mereka segera mengajukan permintaan baru tanpa mengakui usaha Anda sebelumnya.
Triangulasi
Triangulasi terjadi ketika seseorang melibatkan pihak ketiga dalam konflik untuk menghindari tanggung jawab atau memperkuat posisi mereka. Misalnya, pasangan yang membawa teman untuk memihak dalam pertengkaran, atau orang tua yang melibatkan anak dalam konflik rumah tangga.
Love Bombing
Love bombing merupakan taktik manipulasi yang melibatkan perhatian berlebihan, hadiah, atau pujian dalam waktu singkat. Meski awalnya terasa menyenangkan, taktik ini sering kali bertujuan untuk membuat Anda bergantung pada manipulator.
Setelah Anda terjebak, perhatian tersebut biasanya menghilang, meninggalkan Anda dengan perasaan kosong dan kebingungan. Untuk menghindari taktik ini, pastikan Anda tetap memiliki waktu untuk diri sendiri dan menjaga hubungan dengan orang-orang di luar manipulator.
Editor: Ranto Rajagukguk