Berorientasi Ekspor, Industri Otomotif Korea Selatan Alami Goncangan
Kondisi Indonesia dan Korea Selatan di tengah pandemi cukup berbeda. Satu perbedaan yang cukup mencolok adalah Korea Selatan tidak memberlakukan kebijakan lockdown. Jadi, ketika bicara mengenai industri otomotif di Negeri Ginseng, showroom-showroom kendaraan tidak pernah tutup. Namun, pengecualian tetap ada ketika ditemukan kasus tertentu yang membuat perusahaan harus menutup showroom selama beberapa hari.
Sejumlah pabrik di Korea Selatan pun ada yang mengalami penutupan sementara. Tapi, kebanyakan dikarenakan suplai yang terputus. Banyak perusahaan mengandalkan suplai dari China. Namun, sekarang bisnis-bisnis tersebut sudah mulai dibuka kembali.
“Saya rasa di Indonesia permasalahannya cukup berat, terutama karena tenaga kerja. Showroom kemudian harus tutup karena tidak ada orang yang bisa melakukan transaksi jual-beli kendaraan bermotor,” ungkap Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Umar Hadi di acara Industry Round Table, Surviving The COVID-19, Preparing The Post: Automotive Industry Perspective, hari ini (15/05/2020).
Sama seperti negara-negara yang terpapar COVID-19 di seluruh dunia, Korea Selatan ikut mengalami goncangan mulai dari suplai maupun permintaan. Namun, pada Mei 2020, industri otomotif di Korea Selatan sudah mulai pulih meski masih ada permasalahan karena bisnis ini berorientasi pada ekspor.
“Permintaan kendaraan bermotor dari Amerika Serikat dan Eropa menurun. Hal tersebut membuat industri otomotif Korea Selatan terguncang. Pasalnya, permintaan menurun hingga 30%. Namun, uniknya peningkatan justru meningkat dari kendaraan elektrik. Dalam tiga bulan terakhir, kendaraan elektrik mengalami peningkatan baik di pasar domestik maupun ekspor,” tutur Umar.
Mengutip Founder and Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya, Umar mengungkapkan bahwa SPA (Surviving/Servicing, Preparing, Actualizing) menjadi langkah yang baik dan bisa dilakukan para pelaku usaha. Kaitannya dalam bisnis mereka adalah kemampuan untuk beradaptasi pada kondisi new normal nantinya.
“Seperti yang kita ketahui bersama, virus tidak akan habis dan COVID-19 bukan pandemi terakhir yang disebabkan virus yang bermutasi. Jadi, manusia harus beradaptasi dengan keadaan-keadaan baru untuk bisa melanjutkan kehidupan,” pungkas Umar.
Editor: Eko Adiwaluyo