Biaya dan Ekspektasi Orang Tua Jadi Kendala Gen Z dan Milenial untuk Menikah
Populix, perusahaan riset berbasis online meluncurkan hasil penelitian terbaru bertajuk Pre and Post Wedding: Financial Planning and Management. Dalam laporan tersebut, mayoritas Gen Z dan Milenial terkendala biaya dan ekspektasi orang tua untuk melangsungkan pernikahan.
Temuan ini didapatkan melalui survei kepada 1.038 responden, mayoritasnya generasi Gen Z dan Milenial, pada September 2024. Responden kemudian terbagi menjadi responden lajang sebanyak 512 orang, yang sekitar 70% berencana untuk menikah, dan 526 orang responden yang sudah menikah.
BACA JUGA: Heboh di Media Sosial, Ini Bahaya Pernikahan Dini
Sebagian besar responden datang dari kelas pekerja, dengan latar belakang sosial ekonomi responden yang didominasi oleh kalangan menengah ke atas.
Indah Tanip, VP of Research Populix menjelaskan secara keseluruhan, penelitian ini mengungkapkan lima tantangan yang dihadapi Milenial dan Gen Z yang saat ini sedang merencanakan pernikahan. Dimulai dari keterbatasan budget yang dialami 59% calon mempelai.
BACA JUGA: Bertahan di Pernikahan Penuh Kekerasan demi Anak Justru Picu 5 Hal Ini
Kemudian ekspektasi orang tua yang dikeluhkan oleh 57% pasangan. Dilanjutkan dengan 46% responden yang mengaku mengalami kesulitan untuk mencapai kesepakatan dengan pasangannya.
Termasuk pula 46% pasangan yang kesulitan menemukan titik temu dengan berbagai vendor pernikahan, seperti wedding organizer, katering, juga pengelola gedung. Terakhir adalah keterbatasan waktu persiapan pernikahan yang dialami 38% calon mempelai.
Meskipun ada sedikit penurunan, khususnya faktor keterbatasan budget, pada dasarnya temuan ini senada dengan data yang Populix temukan dua tahun lalu.
“Tahun ini Populix secara khusus meneliti pengalaman lebih dari 500 pasangan yang sudah menikah, yang ternyata mengamini bahwa faktor keuangan dan ekspektasi keluarga menjadi dua tekanan sosial yang paling sering dialami sebelum menikah,” kata Indah melalui keterangan resmi, Kamis (6/2/2025).
Dari delapan tekanan prapernikahan sesuai pengalaman pasangan yang sudah menikah., tiga di antaranya dipengaruhi oleh keluarga. Pertama-tama adalah tekanan untuk menemukan pasangan yang sesuai dengan harapan keluarga yang dialami 37% responden.
Kemudian 33% mengeluhkan adanya dorongan untuk segera menikah dari keluarga. Terakhir adalah tekanan untuk mematuhi norma atau tradisi pernikahan keluarga yang dialami 25% responden.
Kemudian ada tiga faktor yang berasal dari segi finansial maupun karier. Mulai dari tekanan untuk mapan secara finansial sebelum menikah yang diungkapkan 35% responden, tekanan untuk mengadakan pernikahan besar dan mewah oleh 16%, dan terakhir adalah tekanan untuk menyelesaikan pendidikan atau mencapai jenjang karier tertentu sebelum menikah yang dialami 12% responden.
Selain itu, lingkungan juga jadi pemicu tekanan bagi para calon mempelai. Sekitar 31% responden mengeluhkan pertanyaan terus-menerus tentang rencana pernikahan dari kerabat dan teman. Adapun 33% mengalami tekanan saat membandingkan diri dengan teman yang sudah menikah.
“Meskipun begitu, sebagian besar responden menanggapi berbagai tekanan sosial tersebut dengan membuat keputusan berdasarkan kesiapan diri sendiri, ketimbang tekanan dari luar. Faktor utama dalam menghadapi tekanan ini adalah kesiapan mental dan emosional, yang menunjukkan bahwa kesiapan pribadi adalah kunci bagi mereka ketika mempertimbangkan pernikahan,” kata Indah.
Editor: Ranto Rajagukguk