Menempati posisi kedua sebagai negara dengan jumlah penderita Tuberculosis (TBC) terbesar di dunia bukan hal yang membanggakan. Memakan 247 jiwa per hari pada tahun 2016, Indonesia kemudian berstatus “Darurat TBC”. Bukan cara lama lagi yang digunakan, Forum Stop TBC Partnership Indonesia (FSTPI) pun mulai melek media dan melihat cara baru yang potensial untuk menggerakkan kesadaran masyarakat melalui kaum millennials. Seperti apa cara yang digunakan?
Bukan dengan cara menakut-nakuti, Steering Commite FSTPI Gaby Abiyadi di Jakarta, Selasa (16/01/2018) mengatakan bentuk komunikasi yang digunakan dengan kaum millennials harus berbeda. Jika iklan TBC terdahulu cenderung menakut-nakuti, kini FSTPI menyadari cara ini sudah tak lagi efektif.
“Secara psychography, batuk dan TBC sering dianggap sebagai hal yang memalukan. Hal ini lantaran metode pendekatan terdahulu yang cenderung menakut-nakuti. Kaum millennials menganggap TBC sebagai hal yang menakutkan dan menimbulkan rasa pesimistis yang berujung pada tindakan offensive dalam menerima pesan tersebut. Alih-alih mendorong orang untuk memeriksakan diri, mereka justru merahasiakan dan menghindar dari tanda-tanda gejala TBC,” ungkap Gaby.
Padahal, Gaby menambahkan, kaum millennials merupakan pihak yang potensial untuk mencegah penyebaran TBC. Dengan merekrut sejumlah Key Opinion Leader dari berbagai sektor, FSTPI mengkampanyekan #PeduliKitaPeduliTBC melalui media sosial.
Bentuk konten yang diberikan akan dirancang dekat dengan generasi millennials. Gaby mencontohkan, Dona Agnesia sebagai salah satu KOL mereka yang kini berperan sebagai seorang ibu akan diperankan untuk mentransferkan berbagai bentuk kepeduliannya terhadap keluarga terkait kasus TBC ini.
“Kami akan mencoba untuk meng-engage banyak kalangan, termasuk pihak swasta. Tidak hanya para selebriti, kami juga menggandeng pengusaha, chef, dan berbagai KOL dari sektor lain,” jelas Gaby.
Terkait target penurunan, Executive Secretary FSTPI Mariani Reksoprodjo mengatakan tak bisa berharap banyak lantaran jumlah estimasi kasus terbaru TBC terlihat mengalami peningkatan.
“Sebenarnya, agak sulit untuk menekan angka ini. Namun, paling tidak, hal ini dapat membangun awareness masyarakat tentang pentingnya memeriksakan diri mereka,” jelas Mariani.
Dari semua itu, Mariani berharap angka penderita TBC di Indonesia bisa turun dari waktu ke waktu.