Setiap merek perlu membidik pasar dari kalangan Generasi Z (Gen Z) karena populasinya yang masif. Tapi, untuk menyasar generasi itu, merek perlu memperhatikan beragam tren terkini termasuk tren terkait digital marketing.
Merek pun perlu menyelami bagaimana Gen Z memandang dan menyikapi pemasaran digital. Sebab itu, mengungkap tren pemasaran digital lewat perspektif Gen Z menjadi sangat penting. Harapanya, hal itu membuat merek bisa semakin jitu dalam menyusun tim pemasaran serta meracik setiap strategi pemasaran digital yang menyasar generasi tersebut.
Hal utama yang perlu untuk sangat disadari adalah, Gen Z dan milenial itu memiliki perbedaan yang sangat besar. Artinya, pemasar jangan gagal move on (gamon) dari strategi-strategi yang selama ini dirasa cukup efektif dalam mengambil hati generasi milenial.
Karena, jika pemasar gamon dan tetap menggunakan strategi itu untuk menyasar Gen Z, besar kemungkinan upaya itu menjadi upaya yang sangat tidak efisien dan tak efektif.
Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc. dan Marketeers mengatakan, dinamika ini menuntut merek untuk melakukan evaluasi prinsip-prinsip branding atau branding principles. “Jika ingin menyasar Gen Z, sudah waktunya melakukan redefinisi youth strategy. Dari yang tadinya millenial strategy menjadi Gen Z strategy,” kata Iwan Setiawan di WOW Brand 2024 di Jakarta.
Salah satu contoh pergeseran yang terjadi adalah dalam hal observasi terkait tren, produk atau layanan. Di kalangan milenial, observasi jamak dilakukan lewat Google. Karenanya, istilah ‘Googling‘ sangat marak.
BACA JUGA: Digital Marketing: Bikin Untung atau Buntung?
Tapi bagi Gen Z, mereka sangat akrab dengan TikTok. Karenanya, Gen Z cenderung melakukan observasi lewat platform media sosial dalam format short-form video tersebut.
Search and scrolling sudah menjadi way of life kalangan Gen Z saat ingin mengetahui tren terkini dan informasi soal produk dan layanan yang sedang dibutuhkan. Artinya, merek yang ingin menyasar Gen Z perlu untuk memasok banyak konten di TikTok sebagai salah satu strategi utama dalam content marketing.
Di satu sisi, Populix pun telah melakukan survei tentang ketertarikan Gen-Z terhadap dunia pemasaran digital. Dikutip dari website Populix pada Rabu (20/3/2024), disebut bahwa hasil survei Populix yang dilakukan pada Februari 2024, 87,7% atau sekitar 2.599 responden Gen-Z sudah pernah mendengar tentang digital marketing.
Selain mereka sudah pernah mendapatkan wawasan tentang pemasaran digital, mayoritas dari mereka juga sudah memahami tugas yang harus dikerjakan oleh digital marketer.
BACA JUGA: Memenangkan Pasar dengan Advokasi Gen Z
Bahkan, 46,1% atau 1.102 responden sudah paham platform apa yang harus dikuasai oleh digital marketer. Artinya mereka sudah memiliki wawasan yang cukup mengenai apa itu pemasaran digital.
Sementara itu, Populix juga mengungkap bahwa bootcamp atau kursus menjadi medium yang paling banyak dipilih untuk belajar digital marketing. Data ini mengartikan juga bahwa mereka sudah mendapatkan wawasan tentang lembaga yang bisa membantu untuk belajar pemasaran digital.
Meskipun banyak Gen Z yang sudah memiliki wawasan tentang apa itu pemasaran digital, hanya 23.3% yang memiliki keinginan ‘Sangat Tertarik’, serta 44.4% yang memiliki keinginan ‘Lumayan Tertarik’ ke dunia digital marketing.
Dari hasil survei membuktikan, dengan adanya wawasan yang cukup, ternyata tidak serta merta membuat orang tertarik untuk masuk ke dunianya, terutama Gen Z.
Karenanya, Marketeers Tech for Business 2024 hadir kembali untuk ketiga kalinya untuk menjabarkan beragam tren terkait Gen Z dan pemasaran digital. Dengan mengusung topik Digital Marketing Mythbusting, sejumlah mitos akan dibongkar dan kesalahkaprahan seputar pemasaran digital akan diluruskan di seminar digital marketing terakbar yang digelar pada 4 Juni 2024 di CGV Grand Indonesia, Jakarta tersebut.
Seminar ini hadir dengan membedah sembilan mitos. Salah satunya, in digital space, millenial is Gen Z. Dalam mitos ini, ada anggapan, di dunia digital, milenial disamakan dengan Gen Z. Keduanya memiliki karakter dan perilaku yang sama.
BACA JUGA: 10 Mitos Digital Marketing yang akan Dibongkar di Marketeers Tech for Business 2024
Tapi faktanya, milenial bukanlah Gen Z, karena keduanya memiliki karakter dan perilaku yang berbeda. Kesalahkaprahan umum adalah menyamakan keduanya sehingga banyak merek menerapkan pendekatan yang keliru.
Gen Z didekati dengan cara-cara yang digunakan untuk milenial dan akibatnya tidak nyambung. Milenial belajar dan bekerja dengan teknologi, Gen Z hidup dengan teknologi. Teknologi bagi milenial adalah alat, sementara bagi Gen Z adalah way of life.
Agar bisa mendalami lika-liku dunia pemasaran digital dengan lebih rinci, Marketeers mengundang para pemasar dan pegiat digital marketing untuk membongkar bersama mitos-mitos seputar digital marketing dengan lebih komprehensif bersama para pembicara pilihan di Marketeers Tech for Business 2024. Jangan melewatkan tiket Anda di laman ini.