Bukan suatu keanehan lagi apabila Indonesia menjadi market besar bagi para eksibitor. Populasi yang tinggi dengan konsumsi domestik yang juga besar mempengaruhi demand eksibitor untuk membuat pameran yang menyangkut customer needs.
“Setiap industri membutuhkan eksibisi untuk menyediakan kebutuhan pelanggan dan mempertemukan buyers dan sellers,” kata James Boey, General Manager Panorama Exhibitions kepada Marketeers.
James yang bekerja di perusahaan joint venture antara Panorama Group dengan Reed International (salah satu eksibitor terbesar dunia), menampik apabila Indonesia kalah saing dengan negara tetangga Singapura dalam hal penyelenggaraan event.
Ia bilang, pasar eksibisi di Singapura jauh lebih kecil dari Indonesia, mengingat jumlah populasinya yang tak sebanyak negeri ini. “Pertunjukan atau tradeshow terbesar di Indonesia itu jauh lebih besar dari segi jumlah pengunjung ketimbang pertunjukan terbesar di Singapura,” kata dia.
Hanya saja, sambungnya, Singapura memposisikan dirinya sebagai regional market di kawasan ASEAN. Artinya, pemain eksibitor maupun event planner di sana siap untuk menghelat event berskala nasional di sekitar negara kawasan, termasuk Indonesia.
James melanjutkan, tantangan terbesar yang dihadapi pemain eksibisi termasuk Panorama adalah dukungan pemerintah. Menurut dia, meski pemain aktif menggelar event, itu saja belum cukup menggairahkan industri ini.
“Peran pemerintah penting dalam memberikan funding bagi Usaha Kecil Menenegah (UKM). Jika UKM punya dana, ia bisa berani eksposur di eksibisi,” pungkas pria asal Negeri Singa itu.
Ia melihat, pemerintah Indonesia sudah mau memberikan insentif bagi para eksibitor, seperti dengan memberikan admission trips untuk mengunjungi pameran yang dihelat di luar negeri untuk mempelajari tren yang terjadi di luar Indonesia.
Memang, banyak pihak menilai tradeshow di Indonesia masih dianggap underserved market. Laporan konsultan bisnis AMR International menyebut, ketika pasar global mengalami penurunan jumlah pameran atau tradeshow, justru Indonesia mengalami peningkatan.
Sejak tahun 2011, pertumbuhan tradeshow dan pameran di negeri ini mencapai double digit mendekati CAGR 16%. Percepatan ini sebagian besa didorong oleh meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia, serta perbaikan infrastruktur seperti jalan, hotel, serta perluasan ruang pameran (exhibition hall)..
Hanya saja, industri ini masih tersentralisasi di ibu kota, dimana 90% pameran internasional dihelat di kota berpenduduk 9 juta jiwa ini. Konsultan AMR International pernah menyebut bahwa nilai pasar eksibisi di Indonesia mencapai US$ 218 juta pada tahun 2015. Meski nilainya jauh di bahwa US$ 1 miliar, akan tetapi pertumbuhannya double digit setiap tahun.
Sementara itu, secara global, nilai pasar eksibisi mencapai US$ 24,3 miliar ,pada tahun yang sama, naik 1,7% dari torehan tahun sebelumnya. Amerika Serikat masih memimpin sebagai negara dengan eksibisi internasional terbanyak, sekaligus terbesar. Di susul China yang mengambilalih posisi Jerman di tempat kedua. Selanjutnya adalah Turki dan Prancis.