Pemulihan ekonomi pascapandemi semakin menguat di banyak kawasan, termasuk Asia Tenggara. Aktivitas fisik di kantor hingga belajar mengajar di sekolah sudah mulai dilakukan lagi. Meski demikian, di ranah daring, kejahatan siber masih menghantui kawasan Asia Tenggara pada tahun 2022. Salah satunya, bisnis kripto dan NFT (non-fungible tokens) menjadi target kejahatan siber. Hal ini menjadi salah satu dari empat tren teratas yang pantas diwaspadai pada tahun ini.
Seperti dirilis dari keterangan resmi Kaspersky, banyak penyerang canggih dengan sumber daya manusia mumpuni seperti grup Lazarus dan subgrupnya BlueNoroff yang berpotensi membawa ancaman. Peneliti Kaspersky menyimpulkan saat ini dunia dihadapkan dengan gelombang serangan yang lebih signifkan pada bisnis cryptocurrency.
Tak hanya mata uang kripto, industri NFT yang sedang naik dan juga tak liput dari serangan para penjahat siber tersebut. Asal tahu saja, negara-negara di Asia Tenggara sedang memimpin dalam hal kepemilikan NFT dengan Filipina menduduki peringat teratas yang jadi sasaran itu (32%). Di antara 20 negara yang disurvei, Thailand (26,2%) menempati peringkat kedua diikuti oleh Malaysia (23,9%). Vietnam berada di peringkat ke-5 (17,4%) dan Singapura di peringkat 14 (6,8%).
“Dari serangan langsung pada karyawan startup cryptocurrency dan pertukaran melalui rekayasa sosial yang canggih, eksploitasi perangkat lunak, dan bahkan pemasok palsu hingga serangan massal melalui perangkat lunak rantai pasokan atau komponennya, kita mungkin akan melihat peningkatan kasus seperti itu. Ditambah lagi, kita akan melihat lebih banyak insiden pencurian properti NFT di tahun-tahun mendatang,” ujar Vitaly Kamluk, Direktur Global Research & Analysis Team (GReAT) untuk Asia Pasifik.
Para ahli dari perusahaan keamanan siber global memperkirakan bahwa serangan ini tidak hanya akan berdampak pada pasar cryptocurrency global tetapi juga harga saham masing-masing perusahaan, yang juga akan dimonetisasi oleh penyerang melalui perdagangan wawasan ilegal pasar saham.
Selain itu, menurut laporan Kaspersky, para penjahat siber sudah menarget beberapa industri, dari maskapai penerbangan, rumah sakit, situs web pemerintah, bank, perusahaan telekomunikasi, kampus, ecommerce, dan raksasa media sosial.