Bolehkah Orang Tua Menekan Anak untuk Belajar? Ini Kata Psikiater

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Setiap orang tua tentu ingin anaknya sukses dalam berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali soal akademik. Inilah salah satu alasan yang membuat orang tua kerap menekan buah hatinya untuk belajar, seperti yang diduga dilakukan oleh keluarga di Lebak Bulus yang baru-baru ini viral.

Pada Sabtu (30/11/2024) lalu, seorang remaja berusia 14 tahun membunuh ayah dan neneknya. Usut punya usut, motif yang melatarbelakanginya adalah sang remaja merasa tertekan karena selalu dipaksa untuk belajar.

Namun, polisi belum mengonfirmasi dugaan ini. Terlepas dari benar atau tidaknya dugaan tersebut, memang ada orang tua yang kerap menekan anaknya untuk berprestasi secara akademik.

Padahal, dorongan yang terlalu keras justru dapat menimbulkan dampak negatif, alih-alih meningkatkan semangat anak. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Seema Sehgal, seorang psikiater dari Washington Township Medical Foundation.

Ia menilai di balik niat baik orang tua mendorong anaknya untuk mencapai prestasi, ada potensi stres yang mengancam.

“Kita sering berpikir bahwa masa kecil itu bebas tekanan, tapi kenyataannya, anak-anak juga menghadapi stres yang kadang tidak terlihat,” kata dia, dikutip dari laman Washington Hospital Healthcare System.

BACA JUGA: Manfaat di Balik Larangan Anak di Bawah 16 Tahun Akses Media Sosial

Tekanan dan Stres pada Anak

Menurut Sehgal, tekanan akademik dan aktivitas ekstrakurikuler yang padat berpotensi menjadi sumber stres utama bagi anak. Anak-anak juga kerap merasa harus selalu membandingkan diri dengan teman-teman mereka, meningkatkan rasa tidak percaya diri dan memperburuk stres.

“Perasaan bahwa mereka tidak cukup pintar jika tidak mengambil kelas kehormatan bisa membuat anak-anak mulai meragukan kemampuan mereka sendiri,” katanya.

Adapun tanda-tanda stres pada anak bisa berupa perubahan perilaku, seperti menjadi lebih mudah marah, menarik diri, atau sering mengeluh sakit tanpa sebab yang jelas. Bahkan, kebiasaan seperti menggigit kuku atau sulit tidur juga bisa menjadi indikasi stres.

Memberikan tekanan yang berlebihan kepada anak untuk belajar tidak hanya memengaruhi kesehatan mental mereka. Sehgal menilai hal tersebut juga bisa mengganggu hubungan antara orang tua dan anak.

“Rasa takut mengecewakan orang tua adalah salah satu sumber stres terbesar bagi anak-anak,” katanya.

Stres yang tidak terkendali bisa berkembang menjadi masalah serius, seperti kecemasan dan depresi di masa depan. Sehgal pun menyarankan agar orang tua lebih fokus pada bagaimana membantu anak mengelola stres daripada terus-menerus mendorong mereka untuk mencapai kesuksesan.

BACA JUGA: Mana yang Harus Diselamatkan dalam Persalinan Darurat: Ibu atau Bayi?

Cara Mendukung Anak Tanpa Tekanan Berlebihan

Menurut Sehgal, orang tua sebaiknya berperan sebagai pendukung yang membantu anak memahami pentingnya menjaga keseimbangan. Selain itu, penting juga untuk memberikan waktu luang bagi anak untuk bersantai dan menikmati masa kecilnya.

“Pastikan anak memiliki pola makan sehat, cukup tidur, dan waktu untuk berolahraga,” ujarnya.

Hal yang tidak kalah penting adalah membangun komunikasi yang baik dengan anak. Orang tua sebaiknya lebih banyak mendengarkan dan memahami kebutuhan anak daripada terus-menerus memberi perintah.

“Luangkan waktu untuk benar-benar mengenal anak Anda. Ketahui apa yang mereka suka, baik itu musik, film, atau aktivitas di media sosial. Dengan begitu, mereka merasa didukung dan tidak sendirian dalam menghadapi tekanan,” tutur Sehgal.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS