Kandungan bisphenol A (BPA) dalam air minum kemasan galon berbahan polikarbonat memang berpotensi bermigrasi atau luruh dalam air minum. Akan tetapi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut migrasi yang masih bisa ditoleransi adalah migrasi dengan volume yang sesuai dengan ambang batas.
Aisyah, Direktur Standarisasi Pangan Olahan BPOM mengatakan pihaknya menetapkan batas migrasi BPA pada kemasan pangan berbahan polikarbonat adalah 0,6 parts per million (ppm) per liter. Menurutnya, ambang ini wajib dipatuhi produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan polikarbonat sebagai kemasan galon guna ulang.
“Hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia tersebut pada galon di sejumlah kota menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan. Datanya memang cenderung mengkhawatirkan, migrasi BPA ada di kisaran 0,06 ppm sampai 0,6 ppm per liter dan bahkan ada yang di atas 0,6 ppm per liter,” kata Aisyah dalam keterangan pers kepada Marketeers, Jumat (25/8/2023).
Tingkat migrasi yang terbilang tinggi ditemukan di beberapa daerah tertentu, seperti Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah. Temuan tertinggi sendiri terdapat di Medan, dengan migrasi kandungan BPA dalam air di galon sebesar 0,9 ppm per liter.
BACA JUGA: BPOM Berharap Pelabelan BPA Bisa Mendorong Inovasi Kemasan
Tingkat migrasi itu sendiri bisa bervariasi bergantung pada penanganan galon saat distribusi atau penggunaan. Menurutnya, ada dua hal yang bisa memicu tingkat migrasi.
Hal pertama yang memicu migrasi adalah paparan sinar matahari atau peningkatan suhu. Kedua adalah adanya benturan atau goresan. Goresan sendiri bisa terjadi saat proses pembersihan bagian dalam galon.
“Oleh karena penggunaan galon polikarbonat perlu memperhatikan sejumlah hal tersebut untuk menekan angka migrasi BPA,” ujarnya.
BACA JUGA: IAKMI Yakini Air Galon Guna Ulang Aman untuk Kesehatan
Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dr. Pandu Riono, MPH,Ph.D pun menilai salah satu cara yang bisa ditempuh untuk menekan risiko migrasi BPA adalah dengan melakukan pelabelan pada galon air minum. Saat ini, regulasi pelabelan pun telah dirancang tapi belum diterapkan.
“Negara harus segera menerapkan regulasi pelabelan BPA. Penundaan pemberlakuan aturan pelabelan hanya akan menjadikan masalah kesehatan publik terus terakumulasi dan memunculkan kesan adanya pembiaran oleh negara,” ucap Pandu Riono.
Ia menilai regulasi soal pelabelan risiko BPA bakal menjadi wahana efektif untuk memberikan informasi dan memberikan edukasi masyarakat terkait risiko BPA dalam galon air minum. Oleh karena itu, ia berharap seluruh stakeholder bisa bersinergi dalam penerapan regulasi itu.
“Semua stakeholder termasuk produsen juga punya tanggung jawab mendidik masyarakat serta menjamin setiap produknya aman untuk kesehatan,” kata dia.
Editor: Ranto Rajagukguk