Brand activation saat ini menjadi salah satu profesi yang permintaannya terus meningkat di perusahaan. Namun nyatanya, tidak semua yang berprofesi tersebut memahami brand activation seutuhnya.
Banyak orang menganggap bahwa brand activation itu dilakukan melalui pameran, booth, dan event. Kembali lagi, brand activation lebih dari itu.
Ignatius Untung, Praktisi Marketing dan Behavioral Science menjelaskan mengenai brand activation dan kekuatannya bagi suatu produk. Menurut Untung, untuk dapat melakukan brand activation perusahaan harus dapat membangun brand terlebih dahulu dan harus dimulai dengan membuat formulanya.
“Kesalahannya orang sekali enggak bikin formula langsung blast aja, orang akan ingat, tapi ketika spending-nya stop, maka akan mudah juga dilupakan,” kata Untung dalam program Market Think pada kanal YouTube Marketeers TV.
Terkadang, Anda mengingat sesuatu memang karena Anda masih melihatnya secara visual, tetapi jika sudah tidak lagi melihatnya, Anda akan mudah melupakannya.
Padahal rumus idealnya, seseorang seharusnya tetap bisa mengingat suatu brand meskipun sudah tidak melihatnya lagi atau tidak sering lagi.
BACA JUGA: Co-Branding: Mengapa Merek Saling Berkolaborasi dan Beraliansi?
Dalam dunia nyata, Anda akan tetap bisa mengingat dalam jangka panjang jika sesuatu tersebut unik, khas, dan relevan. Hal ini dapat terjadi dengan melakukan brand activation.
“Penting banget brand itu bangun keunikan karena otak ingat yang berbeda, unik, kalau sama diproses secara cepat, orang akan ignore, enggak diingat secara serius,” ujarnya.
Tak cukup hanya unik saja, untuk bisa membangun brand, Anda tentu butuh membangun relevansi agar dapat memperkuat memori. Brand yang menggunakan aset atau properti yang tidak relevan dengan brand-nya akan tetap membuat orang sulit mengingat nama, hanya ingat asetnya saja.
“Unik itu penting, tapi tanpa relevansi, maka benefit memori hanya dalam jangka pendek saja. Dalam jangka panjang otak sulit mengingatnya, apalagi jika sudah tidak ada eksposur,” kata Untung.
Apabila keunikan dan relevansi dibangun secara bersamaan, maka bisa menjadi modal dasar suatu merek dapat diingat tanpa perlu lagi ada trigger atau disebut brand activation.
Kesalahan membangun brand selain formulanya yang tidak ada, yaitu formula sudah ada lalu langsung amplifikasi dengan beranggapan bahwa semua orang akan mengetahuinya.
BACA JUGA: 6 Strategi Branding di Media Sosial untuk Tahun 2024
Proses amplifikasi tersebut yang dikenal sebagai brand activation dengan membuat brand dapat lebih dikenal dalam benak konsumen. Brand activation adalah upaya brand yang membuat konsumen dapat berinteraksi langsung, mulai dari experiential marketing atau offline event.
Tujuan brand activation adalah untuk melibatkan seluruh indra yang dimiliki oleh konsumen, seperti sensori yang nantinya dapat mendorong terciptanya memori.
Hal ini akan sama dengan ketika Anda menonton video seram, memicu adrenalin, dan lainnya. Oleh karena itu, brand activation bukanlah sebuah iklan karena bersifat pasif terhadap konsumen.
Brand activation haruslah membuat konsumen dapat merespons apa yang dialaminya secara aktif, sehingga memori yang terbangun lebih kuat. Namun, apakah cukup dengan itu saja? Tentu belum.
“Brand activation lebih bagus lagi jika bisa membangun emosi yang menjadi micinnya memori, semakin ada emosi maka akan semakin mudah diingat,” tutur Untung.
Akan tetapi, tentu tidak cukup sekali, harus diulang terus-menerus agar otak manusia terlatih mengingat apa yang ingin Anda sampaikan melalui brand activation tersebut.
Kesimpulannya, brand activation adalah tentang membuat formula brand dapat diingat, bahkan memiliki auto-trigger tanpa perlu mengeluarkan biaya pemasaran lebih banyak lagi.
BACA JUGA: Branding vs Marketing: Dua Konsep yang Sering Bikin Pemasar Keliru
Editor: Ranto Rajagukguk