PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2022 mencapai 4,8% hingga 5,3%. Kondisi ekonomi diramalkan akan berangsur membaik. Hal ini terlihat dari indikator daya beli masyarakat yang terdongkrak naik.
Research Director BRI Research Institute Anton Hendranata mengemukakan dalam riset Economic Outlook BRI 2022 bertajuk ‘Melanjutkan Pemulihan Ekonomi dengan Kewaspadaan’, peningkatan PDB nasional sejalan dengan adaptasi masyarakat terhadap kondisi pandemi COVID-19. Sehingga berdampak pada meningkatnya mobilitas dan aktivitas ekonomi.
“Kami meyakini ekonomi domestik bakal semakin pulih dan kuat, bila kondisi COVID-19 bisa tetap terjaga. Pemulihan ekonomi Indonesia sangat ditopang oleh kondisi permintaan yang meningkat, dari daya beli sampai belanja pemerintah, serta adaptasi masyarakat terhadap kondisi pandemi,” ujar Anton melalui keterangannya, Senin (27/12/2021).
Menurutnya, komposisi konsumsi dalam pengeluaran rumah tangga mengalami peningkatan 570 basis poin (bps) dari 69,4% pada Oktober 2020 menjadi 75,1% pada Oktober 2021. Meningkatnya minat masyarakat untuk melakukan konsumsi didukung oleh tingkat vaksinasi yang tinggi serta restriksi mobilitas yang melonggar.
Meningkatnya permintaan, kata Anton, juga dipantik oleh strategi countercyclical melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang akan berlanjut pada tahun depan. Dia menyebut outlook BRI memproyeksikan inflasi pada 2022 akan berada di level 2,8% hingga 3,3% secara tahunan (year on year/yoy).
“Dengan perbaikan ekonomi tersebut, BRI memprediksi tingkat pengangguran akan menyusut menjadi 6,3% hingga 7,7%,” ujarnya.
Di sisi lain, Anton mengungkapkan, pada tahun 2022 sejumlah tantangan juga mesti diantisipasi dalam proses pemulihan ekonomi. Adanya kebijakan tapering off dan potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).
Seperti diketahui, Bank sentral AS itu telah memulai proses pengurangan stimulus atau tapering off sejak November 2021. Namun, inflasi di AS melesat ke level 6,2% (yoy). Hal itu, menurut Anton berpotensi mengubah arah kebijakan moneter AS.
“Inflasi ini memacu AS untuk mempercepat normalisasi moneter yang disertai peningkatan nilai tapering off dan bisa segera mengerek suku bunga acuan untuk menghindari overheating. Ini akan membawa dampak bagi Indonesia sebagai emerging market,” pungkasnya.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz