PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN meluncurkan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk kelompok rumah subsidi bernama Staircasing Shared Ownership (SSO). Perbankan pelat merah itu sebelumnya sukses menerbitkan skema KPR Rent to Own.
Melalui skema tersebut, Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa memiliki hunian dengan biaya awal yang lebih terjangkau dan secara bertahap menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi mereka. Hirwandi Gafar, Direktur Consumer BTN mengatakan SSO merupakan perpaduan antara skema sewa dan kepemilikan.
BACA JUGA: Naik 59,87%, BTN Kantongi Laba Bersih Rp 1,47 Triliun pada Semester I
SSO tersebut dapat digunakan untuk memiliki hunian yang berbentuk bangunan bertingkat seperti rumah susun. Dengan demikian, melalui skema SSO, MBR bisa memiliki hunian di lokasi yang strategis namun dengan pembayaran yang lebih terjangkau sesuai kemampuan ekonominya.
“Staircasing Shared Ownership juga menjadi jawaban agar pembiayaan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah tidak selalu membebani APBN. Bank BTN siap mendukung skema ini sehingga mempermudah masyarakat Indonesia untuk memiliki rumah,” kata Hirwandi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/12/2022).
BACA JUGA: Modernisasi Bisnis, BTN Jalin Kerja Sama dengan Google Cloud
Hirwandi menuturkan hingga kini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah banyak mendukung perumahan bagi MBR, melalui program subsidi bunga, subsidi uang muka, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), hingga Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Dengan hadirnya SSO akan menjadi opsi metode baru yang tidak membebani Kementerian PUPR dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Skema ini juga membuat dana yang ada bisa dipakai untuk menyediakan lebih banyak perumahan bagi masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah,” ucap Hirwandi.
Adapun dengan skema SSO, satu hunian dapat dimiliki oleh dua pihak, yakni masyarakat dan pemilik gedung. Pada tahap awal, masyarakat yang mau memiliki hunian tersebut, dalam menyewa terlebih dahulu.
Kemudian, pada tahap berikutnya, MBR tersebut dapat mengambil skema KPR untuk memiliki hunian yang ditinggalinya. Nantinya, perubahan skema dari sewa ke KPR tersebut menyesuaikan dengan peningkatan ekonomi masyarakat tersebut.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan masih diperlukan tambahan pendanaan untuk mencapai target pembangunan infrastruktur tersebut termasuk perumahan. Herry menyebutkan di sektor perumahan sendiri, ada sekitar 12, 7 juta keluarga yang belum memiliki rumah pada 2021.
Angka tersebut juga terus bertambah sebanyak 680.000 setiap tahun.
“Kalau kita punya program 1 juta rumah setiap tahunnya, itu baru akan habis di 2062, jadi tidak terkejar. Hari ini subsidi kita baru mendukung supply di 300.000 rumah. Jadi kita harus cari jalan lain pendanaannya,” tutur Herry.