JD.ID sebagai pemain e-commerce yang mengusung model bisnis B2C (Business-to-consumer) memiliki keunikan dibanding model bisnis lain seperti marketplace maupun B2B (Business-to-business). Sebagai B2C, semua hal dilakukan JD.ID, mulai dari pengadaan barang, after sales service, warehouse hingga distribusi.
Selain itu, untuk product management, JD.ID memiliki lebih dari 12 kategori yang tiap kategorinya digawangi oleh merchandiser. Mereka bertugas untuk pengadaan barang di JD.ID.
“Para merchandiser lah yang melakukan deal dengan prinsipal, pabrikan, dan distributor. Kemudian, barang-barang tersebut dibeli dan disimpan di gudang kami,” kata Teddy Arifianto, Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID dalam acara MX Campus di Universitas Kristen Petra, Surabaya, awal September lalu.
Teddy menyebut, keberadaan gudang merupakan salah satu advantage point yang dimiliki model bisnis B2C. Dengan adanya gudang, jalur distrubusi jadi lebih pendek. Bahkan, di Tiongkok, JD.com punya lebih dari 200 gudang untuk melayani seluruh konsumen di wilayah Tiongkok.
Saat ini, imbuh Teddy, JD.ID memiliki satu gudang di Cimanggis, Jawa Barat. Tahun ini, kami akan membangun satu warehouse di Jawa timur. Dan tahun 2017, pihaknya berencana membangun warehouse di kawasan barat Indonesia.
“Kami yakin, kami hadir bukan hanya sekadar menjual, tapi membangun infrastruktur. Jadi, kami akan pelan-pelan membangun warehouse,” tandas Teddy.
Editor: Sigit Kurniawan