Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang besar terhadap jalannya roda perekonomian, terutama kepada masyarakat yang mengandalkan pendapatan harian. Efek dari social distancing dan self quarantine yang diimbau untuk menghambat penyebaran virus tak ayal mendorong masyarakat untuk mengurangi kegiatannya di luar rumah. Hal ini mengakibatkan melemahnya ekonomi masyarakat, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal.
Jika diselisik lebih lanjut, kondisi ini dapat memengaruhi proses pembayaran kredit masyarakat, termasuk premi asuransi. Otoritas Jasa Keuangan kemudian mengeluarkan kebijakan Countercyclical atas dampak COVID-10 bagi perusahaan perasuransian pada Kamis (30/03/2020).
Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas kinerja Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) di tengah pandemi yang sedang melanda. Kebijakan countercyclical juga diklaim sebagai motivasi agar perusahaan asuransi bisa berkontribusi di tengah ekonomi yang sedang melemah.
Menyikapi kebijakan yang terlampir dalam surat OJK nomor S-11/D.05/2020 tanggal 30 Maret 2020, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyampaikan pandangannya agar kebijakan ini berdampak baik dari sisi nasabah dan perusahaan asuransi.
Dari kebijakan countercyclical yang dikeluarkan oleh OJK, AAJI kemudian menyimpulkan adanya relaksasi kebijakan. Mulai dari perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala perusahaan kepada OJK, penyelenggaraan penilaian kemampuan dan kepatutah pihak utama melalui telekonferensi, hingga memberikan relaksasi terhadap perhitungan solvabilitas perusahaan asuransi.
“Kami berpendapat bahwa penerapan relaksasi penundaan pembayaran premi yang jatuh tempo selama empat bulan -baik untuk nasabah perorangan atau nasabah korporasi- hanya dilakukan apabila perusahaan asuransi mengakui tagihan premi yang berusia hingga empat bulan sebagai aset yang diperkenankan dalam perhitungan tingkat solvabilitas. Jadi, tidak semua perusahaan wajib mengaplikasikan kebijakan ini” kata Budi Tampubolon, Ketua Dewan Pengurus AAJI.
Nasabah juga dianjutkan untuk memahami ketentuan dalam polis dapat berpengaruh pada investasi jika nasabah memutuskan untuk menunda pembayaran premi. Tidak hanya itu, nasabah juga harus memastikan status aktif dari layanan asuransi jika menunda pembayaran premi.
“Kami mendorong agar perusahaan asuransi dan nasabah berada di halaman yang sama dan memiliki kesepakatan agar tidak menimbulkan masalah di masa depan,” tegas Budi.
Di sisi pemasaran, AAJI menyarankan agar anggotanya terus memperkuat layanan untuk membangun kesadaran masyarakat dalam memproteksi kesehatan dan finansial.
Hal ini bisa dilakukan dengan tetap merekrut tenaga pemasar baru. Dengan demikian, industri asuransi dapat terus berkontribusi dalam menyerap lapangan kerja meski sedang mengalami situasi sulit.
“Kami juga meminta pemberian relaksasi kepada perusahaan Produk Asuransi yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) yang melakukan penjualannya melalui teknologi digital,” tutup Budi.
Relaksasi ini bisa dilakukan dalam bentuk menghapus kewajiban tanda tangan basah dan mengganti dengan tanda tangan dalam bentuk digital.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz