Walau impitan ekonomi melanda serta kesenjangan sosial semakin lebar, manusia hidup di dunia yang semakin “manis”. Bagaimana tidak, catatan World Health Organization menyebut, pada tahun 2015 ada 415 juta orang yang mengidap penyakit gula diabetes di seluruh dunia. Pada tahun 2040, diprediksi 624 juta jiwa akan menjadi korban dari penyakit tidak menular, namun mematikan itu.
Masih menurut laporan yang sama, pada tahun 2015, lima juta orang harus kehilangan nyawa lantaran diabetes. Itu sama artinya dengan setiap 6 detik, satu orang meninggal akibat penyakit tersebut.
Asia Tenggara merupakan kawasan dengan jumlah diabetesi terbesar setelah Eropa. Di daratan berpenghuni 600 juta jiwa ini, ada sekitar 96 juta jiwa penduduk yang memiliki kadar gula darah (glukosa) di atas normal atau lebih dari 200 mg/dL. Indonesia pun menyumbang angka tertinggi, bahkan berada di sepuluh besar negara dengan penduduk diabetesi terbanyak.
Pada tahun 2013, Indonesia berada di posisi 10 besar pengidap diabetes terbesar di dunia dengan jumlah 8,5 juta jiwa. Tahun 2014, jumlah itu meningkat menjadi 9,1 juta jiwa, dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 10,5 juta jiwa yang membuat Indonesia berada di posisi lima besar.
Jumlah tersebut pada dasarnya bisa lebih tinggi, karena jumlah orang yang tidak tahu bahwa dirinya memiliki diabetes (undiagnosed diabetic) berjumlah 4,6 juta jiwa.
Meski angka diabetesi terus melonjak, pengeluaran kesehatan pencegahan diabetes dinilai masih rendah di Indonesia. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan US$ 143 selama mereka hidup untuk penyakit tersebut. Jumlah itu menurut International Diabetic Federation hanya bisa mencegah 1% dari prevalensi kematian akibat diabetes.
Sebenarnya, satu-satunya cara terbaik untuk terhindar dari penyakit diabetes adalah dengan membatasi asupan gula harian dalam tubuh. Akan tetapi, hal itu tak semudah dikatakan. Sebab, manusia kini dihadapkan oleh banyak makanan-minuman berkalori tinggi. Seolah-olah, tak ada pilihan baginya untuk menghindar.
Mulyani Anny Suryani Gultom, dokter spesialis penyakit dalam dari RS. Siloam Jakarta menuturkan, gaya hidup tidak sehat menjadi faktor utama meningginya jumlah diabetesi. Konsumsi makanan dan minuman kemasan serta tinggi kalori adalah “biang keladi” glukosa darah meningkat.
Lambat-laun, kebiasaan itu membuat tubuh sulit memproduksi insulin, hormon yang bertanggung jawab atas metabolisme karbohdirat di tubuh manusia.
Perlu perhitungan untuk menerapkan pola hidup sehat agat terhidar dari diabetes. Ani bilang, mengonsumsi 50 gram gula sehari atau setara empat sendok makan dapat mengurangi risiko diabetes.
“Jumlah ini setara konsumsi dua gelas teh manis atau dua kali konsumsi cookies per harinya,” katanya di Blue Jasmine Resto, Jakarta, Kamis, (9/2/2017).
Konsumsi gula melebihi 50 gram sehari dapat meningkatkan risiko diabetes hingga 25%, penyakit kardiovaskular 35%, dan stroke 15%. Ia lantas menyarankan, masyarakat yang terbiasa menjalani gaya hidup sehat untuk menggunakan gula rendah kalori.
Akan tetapi, menurut dokter, tetap saja mengurangi kadar gula jauh lebih baik ketimbang mengonsumsi gula rendah kalori. Apalagi, gula jenis ini sebenarnya hanya direkomendasikan bagi diabetesi. Sedangkan mereka yang tidak diabetesi, menggunakan gula pasir sehari-hari dalam batas normal, sah-sah saja.
Brand Melawan Gula
Di saat jumlah diabetesi meninggi saban tahun, Tropicana Slim, merek gula rendah kalori meluncurkan produk baru, yaitu Tropicana Slim Stevia. Produk ini dinilai lebih organik dari varian gula Tropicana Slim sebelumnya. Sebab, produk tersebut menggunakan ekstrak daun Stevia, yang memang secara alami sudah terasa manis.
Noviana Halim, Brand Manager Tropicana Slim menjelaskan, ada berbagai pertimbangan yang membuat merek itu menghadirkan produk berbahan dasar bunga stevia. Salah satu alasannya, pemanis alami stevia sudah lazim digunakan di berbagai produk makanan rendah kalori di negara-negara maju, seperti di Jepang dan Amerika Serikat.
“Selain itu, secara riset dan pengembangan, penelitian mengenai stevia sudah banyak dilakukan, sehingga teknologinya mudah ditemui,” katanya.
Alasan lainnya, stevia sudah menjadi produk ekspor-impor skala industri, sehingga pasokannya gampang diperoleh. Beberapa penelitian meyakini bahwa hingga tahun 2020, stevia akan menguasai 15% pasar pemanis buatan di dunia.
Memang, sampai saat ini, Nutrifood yang menaungi merek Tropicana Slim harus mengimpor produk tersebut dari Amerika Serikat. Kendati bunga jenis ini banyak ditemui di pelosok nusantara.
Novi bilang, secara kuantitas, sebenarnya produksi daun stevia di Indonesia memenuhi kebutuhan industri. Akan tetapi, produsen hanya bisa memenuhi kapasitas daunnya saja.
“Sedangkan, untuk mengekstrak daun tersebut agar rasanya benar-benar manis seperti kebutuhan industri itu yang masih sulit dilakukan di sini,” aku Novi.
Kehadiran stevia melengkapi portofolio varian gula Tropicana Slim yang selama ini menggunakan ekstrak gula pemanis aspartam. Novi menuturkan, produk Stevia ini ditujukan kepada mereka yang sudah sangat sadar kesehatan, yang sudah membeli produk pemanis berbahan daasar alami.
“Karenanya, kami hanya menjual langsung ukuran 100 sachet, tidak 50 sachet. Sebab, mereka yang sudah berada di tahap ini, sudah rutin menggunakan produk pemanis buatan,” terangnya.
Pada dasarnya, di Indonesia, hanya ada sembilan jenis pemanis buatan yang diperbolehkan digunakan di industri makanan-minuman. Adapun beberapa sweetener yang sering ditemui di produk makanan-minuman antara lain sakarin, aspartam, sorbitol, siklamat, xylitol, erythritol, dan sucralose.
Sedangkan selain stevia, bahan dasar gula alami lain yang bisa dimanfaatkan industri sebagai pemanis buatan yaitu madu, tanaman nektar, gula merah, fruktosa (pemanis dari buah), maltosa (gula gandum), gula kurma, dan lain-lain.
Novi melanjutkan, tidak menutup kemungkinan, bahan baku stevia akan diterapkan pada produk-produk di luar gula, seperti produk makanan-minuman ringan. Tropicana Slim juga dihadapi pada tantangan pengembangan produk yang lebih menyasar kalangan muda. Produk ready-to-drink bisa menjadi pilihan merek yang lahir sejak tahun 1978 ini.
Perempuan ini menjelaskan, pasar sweetener di Indonesia mengalami perkembangan. Hal ini bisa dilihat dari pemain baru yang mulai masuk di pasar. Diabetasol, produksi Kalbe, pun cukup agresif bemrain di kategori ini.
“Di tingkat konsumen pun dibuktikan dari kesadaran hidup sehat. Lihat saja, pusat kebugaran mulai muncul di berbagai daerah di Indonesia,” tutur Novi.
Selain pemanis buatan rendah kalori, Tropicana Slim juga memiliki produk lain, seperti mi instan, minyak goreng kanola, kecap manis, dan susu, yang semuanya diformulasikan rendah kalori dan lemak.
Editor: Sigit Kurniawan