Tidak hanya masyarakat yang membiasakan diri dengan perilaku baru. Para pelaku bisnis pun harus sigap melakukannya. Untuk industri farmasi, Ketua Umum GP Farmasi Indonesia F. Tirto Kusnadi mengungkapkan ada beberapa cara menyikapi new normal.
“Dunia usaha dipaksa untuk beradaptasi dengan pola hidup new normal agar bisa survive. Bagi produsen dengan pabrik, sebaiknya menyusun ulang forecast penjualan dan rencana produksi agar bisa menyesuaikan pasar dan tetap mempertahankan daya saing,” ujar Tirto pada acara Industry Roundtable: Surviving Covid-19 Preparing The Post Pharmaceutical Industry Perspective yang diselenggarakan MarkPlus.
Hal tersebut sudah banyak dilakukan para pemain di industri farmasi. Terlebih lagi, melihat minat beli dari konsumen yang condong pada produk seperti vitamin dan suplemen. Karenanya, portofolio produk perlu disesuaikan dengan perubahan perilaku hidup masyarakat. Tidak ketinggalan inovasi dalam proses bisnis pun penting dilakukan dengan mempelajari dan menyesuaikan dengan epidemiologi atau pola penyebaran penyakit dan kejadian yang berhubungan dengan kesehatan.
Dalam pendistribusian pun para pemain harus mencoba untuk fokus pada layanan e-commerce dan B2B dan mengembangkannya. Hal tersebut dapat menjadi solusi dari isu physical distancing serta memangkas rantai distibusi menjadi lebih efektif. Sedangkan bagi apotek-apotek, opsi untuk mengembangkan e-commerce B2C dan bergabung dengan e-commerce B2B.
“Yang tidak kalah penting, industri farmasi harus bisa melakukan proyeksi tentang apa yang akan terjadi ke depannya setelah pandemi. Terlepas dari pola dan situasi penyakit di Indonesia yang belum banyak berubah, ada potensi penyakit baru seperti gangguan kejiwaan yang muncul karena stres dan tekanan serta gangguan organ dalam lain karena pola makan,” tutur Tirto.
Potensi-potensi ini harus dibaca dengan baik oleh para pemain di industri farmasi. Sejumlah kemungkinan tersebut bisa menjadi acuan dalam melakukan produksi berikutnya.
Editor: Ramadhan Triwijanarko