Tahun 2019 menandakan lima tahun hadirnya Cocoa Life di Indonesia. Cocoa Life merupakan program berkelanjutan yang diinisiasi oleh Mondelēz International. Tujuannya, untuk memastikan keberlanjutan kakao dengan cara membina dan mensejahterahkan petani kakao.
Sebagai salah satu pengguna kakao terbesar di dunia, Mondelēz International berkomitmen pada tahun 2025 seluruh produk cokelat Mondelēz International hanya akan menggunakan kakao yang dihasilkan oleh Cocoa Life. Hal ini sejalan dengan tujuan global perusahaan, Snacking Made Right, yakni mendorong masyarakat mengkonsumsi camilan secara bijak melalui tiga pendekatan. Ketiganya, antara lain right snack (camilan yang tepat), right time (waktu yang tepat), dan made the right way (dibuat secara tepat pula).
“Kami berkomitmen membuat produk-produk secara sustainable. Saat ini, konsumen tidak hanya menginginkan camilan yang enak dan lezat, namun juga dibuat dari bahan-bahan yang mereka percaya. Secara global, sebanyak 43% dari produk cokelat Mondelēz International sudah menggunakan kakao yang berasal dari program Cocoa Life,” terang Sachin Prasad, presiden direktur Mondelēz Indonesia.
Sejak tahun 2014, Cocoa Life hadir di Sumatera Barat, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Petani kakao dibina melalui edukasi dan cara budidaya tanaman cokelat yang lebih efektif melalui good agricultural practices, seperti melindungi kakao terhadap perubahan iklim, pemanfaatan lahan yang lebih efektif, teknik panen, pemberian bibit unggul, dan pelatihan lainnya untuk menunjang kualitas dan produksi kakao.
Hingga saat ini, Cocoa Life telah berhasil membina lebih dari 37.600 petani kakao di 296 desa. Petani kakao binaan Cocoa Life mengakui adanya peningkatan panen hinggga 10%, dan kenaikan pendapatan hingga 37% setiap tahunnya sejak mengikuti program Cocoa Life. Selain itu, rata-rata petani kakao dan keluarganya bisa mendapatkan pendapatan tambahan dari komoditas selain kakao sebanyak tiga kali lipat.
Selain di Indonesia, Cocoa Life secara global juga ada di Ghana, India, Pantai Gading, Republik Dominika, dan Brazil.
Editor: Sigit Kurniawan
