Cara OVO Melebarkan Sayap Bisnisnya

marketeers article

Setahun beroperasi, sistem mobile payment OVO mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Menurut Johnny Widodo, Direktur Sales & Partnership OVO, perkembangan OVO tidak lepas dari industri payment di Indonesia yang makin matang, khususnya secara ekosistem dan meningkatnya literasi masyarakat menggunakan uang non tunai.

Saat ini, ada sekitar 150-an pemain payment di Indonesia. Para pemainnya sangat variatif, dari yang fokus pada online payment, supporting payment, atau offline acceptance – termasuk formatnya dalam bentuk kartu maupun aplikasi. Selain itu, OVO juga mendapatkan momentum yang baik dari pemerintah melalui gerakan nasional non tunai atau Indonesian cashless society. Termasuk juga infrastuktur dan regulasi yang makin pro pada industri ini.

“Di tengah industri terkini tersebut, posisi OVO berada di bisnis offline acceptance yang mana konsumen datang ke merchant dan membayar dengan sistem cashless. Saya berani bilang, soal poin offline acceptance yang cashless ini, OVO nomor satu saat ini,” kata Johnny.

Kalau digabungkan antara modern market dengan UKM, OVO saat ini sudah menguasai lebih dari 70.000 titik di 220 kota di Indonesia dan memiliki belasan juta member.

“Salah satu PR yang sedang kami kembangkan saat ini adalah use-case OVO itu sendiri. Jangan sampai, OVO hanya bisa dipakai di mal, tetapi di semua titik termasuk UKM di mana pun. Jangan Cuma untuk makan, tetapi bisa dikembangkan untuk banyak urusan,” katanya.

Salah satu upaya memperlebar use-case, OVO menggandeng transportasi online Grab untuk metode pembayaran. Intinya, sekarang aplikasi OVO memiliki multifungsi – dari urusan finansial seperti reksadana, bayar asuransi, transaksi, transfer, hingga payment. Pengembangan fitur ini, sambung Johnny, mau tidak mau tergantung dari ekosistem yang ada.

Sementara itu, perilaku pelanggan juga mulai berubah – dari membayar dengan uang tunai menjadi tunai. Dan, OVO menangkap ini sebagai peluang sekaligus secara kontinu mengedukasi non tunai. “Tugas kami  adalah mengubah kebiasaan ini. Tentunya di awal kami harus memberikan pemanisnya lebih dulu. Termasuk memberikan kemudahan transaksi dalam urusan yang makin luas,” katanya.

Saat ini, orang makin percaya untuk menaruh uang virtualnya di mobile payment seperti OVO. Kepercayaan inilah yang saat ini menjadi modal utama OVO mengembangkan use-case tersebut. Dengan kepercayaan yang makin besar, makin besar juga basket size di OVO. Kegunaan aplikasi OVO sekarang ini masih didominasi untuk belanja.

OVO melihat modern market merupakan sebagian kecil dari pasar yang disasar. OVO kemudian memperluas  ekspansinya ke pasar trandisional, pujasera, PKL, dan UKM lainnya yang pelanggannya berjibun. OVO mengembangkan sistem QR payment dengan aplikasi OVO untuk menggarap mereka dan mulai diluncurkan sebulan lalu. Saat ini, sudah ada 25.000 titik di enam kota (Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Solo, Semarang, Jogja) untuk pembayaran sistem QR ini.

Dalam menggarap pasar, OVO merasa tak bisa melakukan sendiri. Ini merupakan eranya kolaborasi. OVO sudah berkolaborasi dengan Grab, Mandiri, maupun Moka. “Kami sadar, kalau mau cepat maju, tak mungkin berjalan sendiri. Kita harus bareng-bareng. Bahkan, kompetisi pun bisa kami lihat sebagai kerja bersama mengedukasi pasar yang masih terbentang luas ini,” katanya.

Menjaga loyalitas tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi OVO. Sebab itu, aneka sales promotion pun dibuat, dari bentuk poin, diskon, cashback, smartphone atau gold giveaway, hingga undian mobil dan jalan-jalan ke Paris.

Sampai akhir tahun 2018, Johnny menargetkan minimal 100.000 titik untuk UKM atau 350.000 merchant dan 20-30 juta pengguna aktif. Ia bermimpi perusahaan ini bisa terdaftar sebagai top ten company di IDX lima tahun mendatang.

Related