Salah satu dari elemen multisensory marketing adalah taste atau perasa. Ada satu cabang keilmuan yang dikenal sebagai Neurogastronomy. Ilmu ini bisa juga disebut sebagai the science of flavour.
Pada dasarnya, banyak ahli asli Neurogastronomy mempelajari flavour sebagai cara menstimulasi otak manusia. Bagaimana flavour itu bekerja mulai dari empat rasa utama ditambah dengan rasa kelima yang sering disebut sebagai Umami yang biasa dikenal juga dengan MSG.
Itu semua menciptakan persepsi rasa yang kompleks. Seringkali persepsi rasa ini muncul belakangan dipengaruhi oleh berbagai panca indra lainnya.
Ada pandangan umum lain yang menyebutkan bahwa orang yang sudah tidak punya semangat hidup lagi apabila sudah tidak bisa makan enak. Pasalnya, taste memiliki satu pengaruh yang sangat positif terhadap otak manusia.
Seseorang akan merasa lebih bahagia, saat akan merasa hidup lebih berkualitas apabila bisa merasakan berbagai rasa makanan dengan enak dan menikmatinya. Dengan demikian bisa merasakan sensasi yang sempurna dari ke seluruh lima pancaindra kita.
PT Fast Food Indonesia adalah salah satu perusahaan yang menerapkan teknik multisensory marketing dengan elemen taste. Salah satu produk di bawah naungan perusahaan, yakni Taco Bell, menerapkan strategi ini.
Taco Bell memang bukan produk asli dari Indonesia, begitu pula rasanya. Namun, inilah yang membuat cita rasa produk Taco Bell menjadi khas di lidah konsumen.
“Taco Bell tidak berusaha melokalkan rasa, namun meramu seperti di negara asal dengan menggunakan bahan dari Indonesia. Tidak hanya rasa, namun juga tekstur dari taco itu sendiri juga tetap sama. Memang, tidak mudah mempertahankan baik rasa dan bentuk tekstur,” kata Hendra Yuniarto, Chief Marketing Officer PT Fast Food Indonesia.
Tekstur adalah bagian dari rasa itu sendiri. Menjaga tekstur adalah menjaga kekhasan dari sebuah rasa.
Hendra menjelaskan ketika pandemi, masyarakat cenderung memesan makanan untuk diantarkan ke rumah masing-masing. Jeda antara pembelian, ditambahkan dengan waktu tempuh hingga menuju rumah konsumen, rupanya membuat tekstur taco berubah dari crunchy menjadi soggy.
Akhirnya, untuk mengatasi hal tersebut, Taco Bell membuat sedikit perubahan dengan mengubah susunan komponen taco itu sendiri. Perubahannya adalah menaruh sayuran pada dasar taco, baru kemudian disusun secara vertikal dengan komponen lainnya.
Mempertahankan rasa rupanya berbuah manis bagi performa bisnis perusahaan. Salah satunya adalah naiknya willingness to pay dari konsumen kepada Taco Bell.
Selain itu, mempertahankan rasa khas dari negara asal membuat perusahaan mampu menjadikan harga yang ditetapkan untuk sebuah taco menjadi affordable price bagi konsumen.
“Kami melihat respons pada social analytic Taco Bell tidak pernah keluar kata mahal. Kami pernah menerima komplain, tapi itu karena size. Komplain itu kami handle dengan mencari tahu gerai yang mana dan akan kami kalibrasi ulang,” ujar Hendra.
Rasa turut memainkan peran penting dalam membangun loyalitas konsumen kepada sebuah merek. Dalam sebuah jurnal ilmiah berjudul How Taste and Sight Impact Brand Loyalty in Sensory Marketing ditunjukkan bahwa sejumlah studi membuktikan rasa menjadi kunci pembentukan loyalitas konsumen.
Studi terhadap McDonald’s dan Coca-Cola adalah buktinya. Menurut De Pelsmaeker, Dewettinck, Gellynck (2013), rasa itu memiliki nilai penting karena membantu konsumen membentuk loyalitas terhadap suatu merek.
Paasovaraa, Harri, Terhi, dan Sandell (2012) mengutip studi yang berbeda untuk membuktikan bahwa branding memengaruhi palatabilitas produk atau derajat kesukaan terhadap makanan tertentu. Di sebuah studi yang mana set makanan yang identik dikemas dalam dua jenis pembungkus yang berbeda.
Satu tidak bermerek dan yang lainnya dibungkus dengan kemasan McDonald’s. Hasilnya, pilihan lebih banyak tertuju pada makanan yang terbungkus dalam kemasan McDonald’s.
Ini membuktikan dua hal. Pertama, McDonald’s sudah menancapkan sebuah rasa yang diingat oleh konsumen. Kedua, standar rasa yang ditetapkan McDonald’s menciptakan persepsi hanya bisa dibuat oleh McDonald’s. Dengan demikian branding McDonald’s mampu memengaruhi derajat kesukaan makanan konsumen.
Selengkapnya di Majalah Marketeers Edisi Oktober 2022.
Editor: Ranto Rajagukguk