Apartemen menjadi sektor properti yang kian dicari masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di perkotaan. Entah itu untuk dihuni langsung ataupun dijadikan sarana investasi, ada pergeseran cara orang membeli apartemen saat ini.
Jika berkaca dari prediksi tahun lalu, Jakarta disebut-sebut akan dibanjiri oleh 21.000 unit apartemen baru. Realitanya, hanya 38% unit yang benar-benar selesai untuk dipasarkan. Akibatnya, pada tahun 2018, pasokan apartemen diproyeksikan melimpah lantaran adanya tambahan pasokan dari tahun sebelumnya.
Sayangnya, penyerapan apartemen tidak setinggi pasokan tahunannya. Colliers mencatat, ada 104 proyek apartemen dengan 62.000 unit akan hadir sepanjang tahun 2018-2020. Hal ini membuat okupansi apartemen sulit untuk meningkat.
Pasalnya, pada tahun lalu tingkat serapan apartemen strata title di Jakarta sebesar 85,9%, turun dari torehan tahun sebelumnya yang besar 86,8%. Akan tetapi pada tahun ini, penyerapan apartemen diharapkan meningkat 2%-3% atau mencapai 88%.
“Tahun 2018, pembelian apartemen lebih didorong oleh homebuyer atau penghuni ketimbang investor,” ujar Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers International Indonesia di World Trade Center 1 Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Harga apartemen, sambungnya, naik rata-rata Rp 2 juta. Kenaikan ini didongkrak oleh harga penjualan apartemen baru yang sudah di atas rata-rata harga apartemen lainnya.
Pola bergeser
Berdasarkan pantauan timnya, Ferry menerangkan bahwa ada pergeseran cara seseorang membeli apartemen. Cash installment atau tunai bertahap yang diberikan oleh pengembang kian diminati oleh calon pembeli. Bagi investor yang berniat untuk menginvestasikan apartemen yang dibelinya, cash installment dirasa membantu.
Cara ini sudah dilakukan oleh pengembang selama bertahun-tahun, dan dampaknya dirasa cukup positif terhadap penjualan apartemen, khususnya apartemen kelas menengah atas.
“Sekarang, pengembang ada yang berani memberikan cicilan hingga 100 bulan. Penjualan yang seret membuat pengembang semakin kreatif dan berani,” tutur Ferry.
Dia melanjutkan, investor pada dasarnya tertarik dengan metode cash installment lantaran kemudahan administrasi ketimbang perbankan. Apalagi, investor terbentur dengan aturan perbankan soal Loan to Value (LTV). Aturan ini membuat down payment atau uang muka menjadi lebih tinggi bagi mereka yang sudah memiliki lebih dari satu apartemen.
Kendati meringankan investor, cash installment tengah disorot oleh Bank Indonesia (BI), sebab pengembang bukan lah perbankan atau lembaga keuangan yang mampu menjamin uang nasabah. “Kalau proyeknya tiba-tiba gagal, uang konsumen bisa hangus. Ini yang ditakutkan terjadi,” kata dia.
Sedangkan untuk apartemen kelas menengah bawah, kondisi akan terasa lebih baik jika perbankan mau menelurkan kebijakan penurunan suku bunga acuan. Terlebih, BI juga menurunkan LTV secara spasial berdasarkan kondisi dan perkembangan sektor properti masing-masing wilayah.
Ferry berkata, properti akan terdongkrak apabila ada kemudahan konsumen dalam mencicil, khususnya untuk kelas menengah bawah. Sebab, konsentrasi utama golongan ini adalah terkait kemampuan memenuhi ‘down payment’ dan kemampuan mencicil kredit setiap bulan.
“Jadi, faktor suku bunga perbankan sangat penting dan amat mempengaruhi mereka dalam membeli apartemen saat ini,” ujarnya.
Akan tetapi, bagi kelas menengah atas, mereka masih menahan investasi. Mereka masih melihat yield atau keuntungan nilai sewa dari suatu apartemen. “Pasarnya saat ini belum bergairah. Return yang diharapkan masih belum tercapai,” akunya.
Sebagai instrumen investasi yang berisiko tinggi dan memberikan timbal hasil besar, properti bisa menjadi blessed in disguise bagi para investor di saat pasar yang bergejolak. Dengan harga yang sedang terkoreksi, mereka bisa membeli properti dan menjualnya kembali di kala pasar bangkit.
“Adanya Pemilu 2018 dan 2019 menciptakan spekulasi harga properti akan naik setelah tahun 2019. Bagi sebagian investor, saat ini adalah waktu yang tepat untuk berinvestasi dengan harapan margin penjualan akan lebih tinggi jika dijual beberapa tahun kemudian,” tukas Ferry.
Editor: Eko Adiwaluyo