Kanker paru-paru merupakan salah satu jenis kanker dengan jumlah kematian terbesar di dunia. Riset Globocan International Agency for Research on Cancer (IARC) menemukan penyakit kanker paru menjadi penyebab utama kematian akibat kanker bagi kaum pria. Sayangnya, sejumlah studi menemukan kesalahan diagnosis pada pasien masih kerap terjadi. Proses deteksi dini yang tepat diperlukan untuk mencegah pasien ke tingkat stadium lanjut.
Persoalan kanker paru-paru dikatakan Kepala Subdirektorat Penyakit Kanker dan Kelainan Darah, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Niken Wastu Palupi masih belum banyak disadari di Indonesia. Hasilnya, kerap terjadi keterlambatan diagnosa penyakit ini.
“Banyak pasien kanker paru yang mengalami kesalahan diagnosa yang divonis menderita TB. Studi di RS. Moewardi Surakarta menunjukkan, 28,7% pasien kanker paru mengalami kesalahan diagnosa dengan TB pulmonary dan memiliki sejarah pengobatan anti-TB. Keterlambatan diagnosa ini dapat membawa pasien ke stadium yang lebih lanjut,” kata Niken di Jakarta, Selasa (06/02/2018).
Guna menanggulangi hal ini, ada berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, pihak swasta, dan organisasi pasien. Dari pihak swasta terdapat sejumlah bentuk kerja sama seperti PT AstraZeneca Indonesia bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information Support Center (CISC) yang menyediakan 2.000-3.000 tes diagnostic EFGR gratis.
“Tes ini terbuka secara gratis baik bagi pasien pribadi dan BPJS setiap tahun di Prodia Lab. Mulai tahun ini, kami akan memanfaatkan dukungan bagi tes diagnostik untuk T790M dan menyediakan tes ct-DNA inovatif guna melengkapi tes biopsi. Kami juga bekerja sama dengan asosiasi medis untuk meningkatkan kapabilitas diagnosis bagi ahli patologi anatomi dan pulmonology,” kata Medical Director PT AstraZeneca Indonesia Andi Marsali.
Sementara dari pemerintah terdapat sejumlah upaya yang dilakukan, meliputi program penyuluhan dan sosialisasi gaya hidup sehat, seperti CERDIK (Cek Kesehatan Secara Rutin), Enyahkan asap rokok, Rajin Aktivitas Fisik, Diet Gizi Seimbang, dan Istirahat Cukup dan Kelola Stres.
“Meskipun kanker paru merupakan salah satu momok permasalahan di Indonesia, pasien dengan kanker paru masih memiliki peluang terhadap pengobatan sehingga meningkatkan kualitas hidup. Penatalaksanaan kanker paru disesuaikan dengan stadium kanker pasien, antara lain seperti operasi bedah, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, dan terapi yang ditargetkan (targeted therapy),” jelas Staff Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Elisna Syahruddin.
Editor: Eko Adiwaluyo