Cerita Edi dan Hadi, SupirHero Pengantar Mangga Singaraja Asal Bali ke Jakarta
Supply chain atau rantai pasok memegang peranan penting di dalam sebuah bisnis hingga perekonomian negara. Peran strategis ini yang banyak dipegang oleh para supir truk logistik yang mengantarkan barang dari produsen ke pasar-pasar atau distributor hingga konsumen. Mengapresiasi perjuangan para supir truk, Mitsubishi Fuso menggelar kampanye digital bertajuk “SupirHero.”
Kampanye SupirHero Mitsubishi Fuso ini mengangkat kisah-kisah inspiratif perjuangan para supir truk yang dibagikan oleh masyarakat dalam sebuah kompetisi video, foto, dan tulisan di berbagai media sosial.
BACA JUGA: KTB Donasikan Mitsubishi Fuso Canter EURO 4 ke SMK Bhakti Bangsa Banjarbaru
Lewat kampanye ini, perusahaan paham betul bagaimana perjuangan para supir truk dan kontribusinya terhadap negara. Seperti kisah yang didapat oleh sepasang supir truk asal Negara, Jembarana, Bali yang ditemui oleh Marketeers, Edi dan Hadi.
Edi dan Hadi merupakan dua sekawan asal Bali yang mengantarkan hasil tani buah mangga asal Singaraja ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta.
“Lebih dari 1.000 kilometer jarak yang harus kami tempuh, dari Negara, Bali ke Jakarta. Kami berangkat sejak Jumat malam dan sampai Jakarta Sabtu pagi. Ya, sesekali saja kami beristirahat di jalan. Tidak sampai menginap agar kami tidak rugi karena biayanya besar. Untungnya, truk Fuso yang kami bawa ini lincah dan mudah dibawa, bahkan sampai ke pasar yang sempit,” ujar Hadi kepada Marketeers saat ditemui di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta pada Sabtu pagi (19/10/2024).
Hadi dan Edi mengaku telah lama menggunakan Mitsubishi Fuso. Truk yang didapatnya dari seorang juragan ini telah menemani mereka selama 14 tahun. Ya, keduanya bukan pemilik truk. Mereka harus membayar setoran sekitar Rp 2,5 juta sekali melakukan perjalanan pengantaran barang.
BACA JUGA: Jadi Pionir Truk Listrik Tanah Air, Ini 5 Fakta Mitsubishi Fuso eCanter
“Berbagai hasil alam kerap kami kirim dari Bali, seperti Mangga dari Singaraja atau Jeruk dari Kintamani. Sesampai di Jakarta dan menurunkan barang, kami harus mengisi kembali truk ini dan mencari orang yang ingin mengirim barang ke Bali agar kami tidak rugi dan perjuangan ini layak dibayarkan,” ujar Edi.
Edi menambahkan, secara detail beberapa biaya yang harus mereka keluarkan, di antaranya biaya solar untuk kapasitas 80-100 liter, biaya kapal PP Rp 650 ribu, setoran Rp 2,5 juta, serta biaya makan minum dan istirahat yang harus mereka hemat-hemat jika ingin pulang membawa untung yang lebih besar.
Edi menyebut, jika truk pulang dengan keadaan kosong, maka perjalanannya hanya akan berakhir merugi, habis dimakan operasional perjalanan dan uang setoran. Untuk itu, keduanya kerap mencari konsumen yang ingin mengirimkan barang. Biasanya, mereka dapat permintaan pengiriman paket seperti boneka, mainan, atau paket lainnya.
“Jika perjalanan pergi-pulang (PP) kami terisi barang, kami bisa mengantongi keuntungan mulai dari Rp 700 ribu hingga Rp 3 juta. Pengiriman barang ini biasa kami lakukan dalam satu kali dalam seminggu,” imbuh Edi.