Hadir pertama kali di Indonesia pada tahun 2014, CJ-CGV bertekad memiliki 100 bioskop dan 1.000 layar hingga tahun 2020. Dengan mengepit 52% saham di operator bioskop blitz megaplex, CJ-CGV terus melakukan ekspansinya tahun ini.
Jeff Lim, Director CGV Indonesia mengatakan bahwa tahun ini perusahaan akan fokus melakukan rebranding dari CGV bitz menjadi CGV Cinemas. Dari sisi ekspansi, pihaknya akan membuka sedikitnya 13 bioskop baru pada tahun ini. Sebagian besar lokasi bioskop berada di area greeter Jakarta dan daerah-daerah lapis dua dan tiga.
Tahun lalu, CGV memiliki 27 bioskop dan 185 layar. Artinya, dengan target ekspansi ini, perusahaan akan memiliki 40 bioskop dengan 270 layar hingga akhir tahun. “Kami melihat potensi besar di daerah-daerah lapis dua dan tiga. Di sana, tidak ada bioskop. Sedangkan, yang kami amati, buying power mereka mulai meninggi,” tutur Jeff di CGV Grand Indonesia, beberapa waktu lalu.
Jeff melanjutkan, beberapa lokasi yang diincar CGV antara lain Magelang, Purowkerto, dan Palembang. Mayoritas dari bioskop baru itu akan berlokasi di mal-mal baru yang berada di kota tersebut.
Dengan target ekspansi itu, CGV pun mematok pertumbuhan jumlah penonton yang saban tahun mengalami peningkatan. Tahun 2012, CGV meraih 4 juta penonton. Sedangkan pada tahun 2013, CGV meraih 5,56 juta penonton, tahun 2014 mengantongi 6,76 juta penonton, dan tahun 2015 mencapai 7 juta penonton.
Pada tahun lalu, CGV untuk pertama kali berhasil menembus 10 juta penonton, naik 50% dari tahun sebelumnya. Salah satu kesukesan itu disumbang dari film Warkop DKI Reborn, yang mana CGV menjadi bioskop pertama yang memutar film tersebut. Warkop DKI berhasil menyedot 6 juta penonton dan menjadi film paling laris di Indonesia.
“Tahun 2017 ini, target penonton kami harus meningkat 50%, atau mencapai 15 juta penonton. Kami optimistis itu tercapai,” ucapnya.
Haryana Suwirman, Head of Programming CGV Cinemas mengatakan, CGV tidak hanya menampilkan film-film Hollywood, melainkan juga film lokal, independen, hingga pertunjukan alternatif seperti konser musik The Beatles dan One Direction.
Ia bilang bahwa tahun lalu, film-film besutan dalam negeri memberikan pendapatan yang menguntungkan bagi CGV. “Kontribusi film lokal naik tiga kali lipat dari tahun 2015. Kami pun tidak menjual rugi. Memang, tahun 2016 momentum emas film nasional,” ucap Haryana.
Sejalan dengan rebranding merek, CGV juga memperkenalkan konsep interior Retro Vintage Design untuk bioskop-bioskopnya. Akan tetapi, belum semua bioksop mengadopsi desain itu, seperti di Central Park dan Pacific Place.
“Kami ingin menjadikan bioskop sebagai tempat hangout, bagian dari gaya hidup. Bukan sebagai industri yang hanya menjual tiket dan nonton semata,” pungkas Manael Sudarman, Head of Marketing CGV Cinemas.
Manael melanjutkan, CGV menawarkan konsep Cultureplex, dimana bioskop menawarkan hal lain di luar pertunjukan sinema, seperti talkshow, restoran, cafe, toko buku, playground, lounge, ruang pertemuan, dan sebagainya.
(Baca Juga: Serangan CGV blitz di pasar bioskop Indonesia)
Ekspansi Global
Bagi jaringan bioskop asal Korea Selatan ini, Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi globalnya. Strateginya adalah mengakuisisi jaringan bioksop lokal. Selain Indonesia, negara-negara di Asia Tenggara, Eropa, Amerika Latin menjadi target ekspansinya.
Di Turki misalnya, CGV mengakuisisi Mars Entertainment pada tahun 2015, operator bioskop terbesar dengan nilai US$ 687 juta. Sebelumnya, CGV mengakuisisi Megastar, bioskop terbesar di Vietnam.
Bahkan, CGV berencana mengakuisisi jaringan bioskop di Amerika Serikat untuk meningkatkan kehadirannya di pasar terbesar bioksop di dunia. Sementara itu, di Tiongkok, CGV telah hadir sejak tahun 2006 dan memiliki 78 bioksop dengan 586 layar.
CGV bertekad menjangkau 12 negara dengan memiliki 10.000 layar hingga tahun 2020. “Kami sekarang berada di posisi lima sebagai bioskop dengan jumah layar terbanyak di dunia,” tutur Jeff.