Bisnis properti menjadi salah satu industri yang turut terkena imbas dari pandemi, COVID-19. Pasalnya, mayoritas customer cenderung memilih memenuhi kebutuhan utama mereka, dibandingkan membeli properti. Setyono Djuandi Darmono, Chairman and Founder Jababeka Group pun mencoba menilik lebih jauh fenomena ini. Seperti apa?
Situasi yang dihadapi saat ini menurut Darmono lebih parah jika dibandingkan dengan krisis finansial di tahun 1998.
“Kala itu, hanya negara-negara di Asia Tenggara yang bisa dikatakan mengalami kerugian besar di bidang ekonomi. Kini, krisis ini terjadi di hampir seluruh belahan dunia,” ungkap Darmono gelaran Industry Roundtable: Surviving the COVID-19, Preparing the Post from Property Industry Perspective yang digelar MarkPlus, Inc., secara virtual, Jumat (29/05/2020).
Sayangnya, saat ini banyak yang belum memahami dan masih melihat bisnis seperti sedia kala. Padahal, Darmono menilai, situasi ini sangat berat.
Solusi terbaik yang dapat dilakukan adalah melalui kolaborasi. Banyak perusahaan yang tengah mengalami persoalan keuangan yang sulit, meski terdapat pula pemain bisnis yang justru naik daun (FMCG, Farmasi, dan lain-lain). Maka dari itu, kerjasama pun dibutuhkan.
“Bukan saatnya kita untuk berkompetisi atau saling membunuh satu sama lain. Dengan kebersamaan, kita dapat menyelesaikan permasalahan ini,” ujar Darmono.
Sebagai contoh, perusahaan saat ini cenderung kekurangan uang, namun memiliki inventory stock yang berlebih. Sementara, banyak customer yang kekurangan. Di sini, pemain bisnis harus berkolaborasi dan menghadirkan solusi bagi para customer.
Darmono memperkirakan, ada sekitar 40 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki rumah. Ini berarti terdapat potential demand di pasar. Namun, daya beli terhadap properti tersebut masih rendah lantaran harga jual yang tinggi. Jika para pemain jeli, ini merupakan potensi baru yang bisa diambil di pasar.
“Kita selalu berpikir untuk membangun apartemen bagi customer yang memiliki uang. Kenapa kita tidak membuat apartemen bagi mereka yang tidak memiliki uang, namun dibeli oleh mereka yang memiliki uang?,” kata Darmono.
Pasalnya, tidak semua orang ingin memiliki hak apartemen atas suatu properti. Sebagian dari mereka hanya membutuhkan hak pakai. Para pemain pun dapat menyewakan gedung-gedung yang kosong, rumah, apartemen, atau pun properti mereka yang lain untuk disewakan.
“Jika perlu, lita sewakan untuk bisa digunakan bersama-sama. Misalnya, satu kamar apartemen dapat diisi oleh delapan hingga 10 orang karena total nilai sewa yang diberikan akan sama dengan kamar apartemen yang diisi oleh satu hingga dua orang yang memiliki uang,” jelas Darmono.
Pada akhirnya, tak ada tantangan yang tak memiliki peluang. Kesempatan itu ada ketika para pemain mau beradaptasi, dan memanfaatkan momentum.