Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai transformasi digital yang inklusif tidak akan tercapai tanpa didukung faktor lain, yaitu literasi digital dan literasi keuangan. Posisi keduanya sebagai faktor pendukung penting akan membantu manfaat transformasi digital dirasakan secara lebih luas.
“Transformasi digital yang inklusif, tidak hanya membutuhkan adanya ketersediaan fasilitas fisik seperti infrastruktur, tetapi juga peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang diharapkan mendapat manfaat dari transformasi ini. Di 2023, hal ini masih perlu diteruskan,” kata Head of Economic Opportunities Research Unit CIPS Trissia Wijaya dalam siaran persnya, Kamis (5/1/2023).
Trissia menambahkan pemerintah perlu menggandeng pihak swasta untuk menyediakan infrastruktur internet yang lebih baik dan dengan membuka jalan yang lebih mulus bagi pemain kecil untuk bergabung dalam transformasi digital. Misalnya, Kementerian Perdagangan dapat membuat proses perizinan yang lebih sederhana bagi pelaku e-commerce usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM).
BACA JUGA:CIPS: Aturan Data Lintas Batas Indonesia Perlu Diperjelas
Selain proses perizinan yang lebih sederhana, intervensi berupa program digitalisasi yang disesuaikan dengan hambatan dan karakteristik skala usaha juga perlu dilakukan. Intervensi tidak bisa dilakukan secara seragam dengan mempertimbangkan keragaman skala, jenis usaha dan daerah asal UKM. Proses perizinan berdasarkan risiko usaha pun perlu ada standar baku yang lebih disosialisasikan ke publik.
Selain penyediaan akses internet yang lebih baik, peningkatan literasi digital juga harus melibatkan pemberian pendidikan tentang cara terbaik memanfaatkan platform digital, yang juga akan menghasilkan inklusi keuangan yang lebih baik.
“Penggunaan internet untuk kegiatan produktif perlu terus digencarkan mengingat penetrasi internet dan penggunaan ponsel pintar di Indonesia sudah cukup tinggi. Internet produktif diharapkan bisa membuka peluang usaha untuk usaha rumahan,” ujarnya.
Selain itu, Trissia juga menyebut sosialisasi mengenai literasi digital dan literasi keuangan dapat dilakukan secara bersamaan. Misalnya saja, BI dan OJK, yang harus terus fokus mengedukasi konsumen, termasuk UKM.
BACA JUGA:CIPS: Tiga Hal dalam Ekonomi Digital 2022 Masih Jauh Dari Harapan
BI dapat mengintensifkan program digitalisasi UKM, yang membantu mendorong UKM dan melatih mereka untuk mengembangkan keterampilan digital, terlibat dalam pemasaran digital, menggunakan e-payment, dan menggunakan aplikasi digital untuk pelaporan keuangan.
Elemen kunci lain dalam literasi digital melibatkan peningkatan kesadaran terkait privasi dan keamanan di ranah digital, termasuk mengecilkan hak dan kewajiban seputar perlindungan data pribadi, dan mampu mengidentifikasi jenis kejahatan dunia maya, phishing, dan penipuan email.
Transaksi keuangan yang sudah mulai menggunakan platform online juga membuat pentingnya sistem pencatatan keuangan yang terstruktur dan tercatat secara digital.
Editor: Ranto Rajagukguk