Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan literasi keuangan yang baik merupakan kunci kepercayaan kepada industri jasa keuangan. Kepercayaan ini akan timbul apabila informasi dan pemahaman mengenai jasa keuangan tersampaikan dan dipahami dengan baik oleh konsumen.
BACA JUGA: Kemenperin Siapkan Fasilitas untuk Ekosistem Industri Semikonduktur
“Rendahnya literasi keuangan menyebabkan masyarakat berisiko membuat keputusan keuangan yang salah dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Dalam jangka panjang, dikhawatirkan akan muncul keengganan untuk mengonsumsi produk keuangan,” kata Senior Fellow CIPS Kartina Sury dalam siaran persnya, Rabu (23/11/2022).
Kartina menegaskan kesenjangan antara literasi dan inklusi perlu diatasi secara bersama-sama. Survei OJK 2022 menunjukkan di tingkat nasional, indeks inklusi keuangan mencapai 84,2%.
BACA JUGA: Pasarkan Reksa Dana, Eastspring Gandeng Standard Chartered
Sementara itu, indeks literasi hanya 49,9%. Capaian ini menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan survei serupa pada 2013 yang mana indeks inklusi keuangan berada di angka 76,19% dan literasi berada di 38,03%.
“Adanya kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan menunjukkan bahwa sejumlah konsumen masih belum memiliki pengetahuan yang memadai terkait produk atau layanan yang mereka gunakan,” ujarnya.
Kesenjangan ini juga membuat mereka rentan terhadap keputusan keuangan yang berisiko, menanggung terlalu banyak utang, atau bahkan menjadi korban produk investasi bodong. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan dapat menghambat pertumbuhan sektor keuangan.
Konsumen seringkali memiliki pemahaman yang tidak lengkap tentang produk, syarat pembayaran dan bunga. Konsumen yang terkena dampak dari rendahnya literasi keuangan akan mengalami kesulitan membayar utang karena tingkat bunga yang tinggi dan jangka waktu pembayaran yang singkat.
Mereka juga berisiko terkena praktik pengumpulan data yang tidak etis. Misalnya, seperti intimidasi melalui telepon dan SMS, penggunaan data konsumen yang tidak seharusnya, distribusi data konsumen secara ilegal dan pesan yang dikirim ke daftar kontak konsumen untuk mengejar pembayaran.
Kebutuhan akan produk keuangan yang dapat meningkatkan kualitas penghidupan masyarakat sangat besar di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya integrasi antara literasi dan produk keuangan.
Program edukasi keuangan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan memastikan kemampuan konsumen dalam mengembalikan pinjaman. Produk dan layanan perlu dirancang untuk mendidik konsumen saat menggunakannya.
Editor: Ranto Rajagukguk