Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai pemerintah bisa menggunakan regulatory sandbox sebagai wadah untuk mengevaluasi kebijakan. Regulatory sandbox ini dapat digunakan untuk mendapatkan kebijakan yang menjawab kebutuhan masyarakat akan penggunaan teknologi digital yang aman dan inklusif.
“Di ranah ekonomi digital, efisiensi dan efektivitas produk hukum atau kebijakan dapat dipastikan dengan diuji coba dalam sebuah lingkungan dengan skala terbatas. Uji coba ini juga perlu dilakukan dalam situasi terkondisi atau terkontrol dalam jangka waktu tertentu sebelum penerapan sebenarnya,” terang Head of Economic Opportunities Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya dalam keterangannya, Rabu (3/5/2023).
Di sinilah, regulatory sandbox dapat menyediakan semacam wadah untuk inkubasi dan menguji keandalan instrumen hukum, kebijakan, layanan maupun inovasi atau teknologi. Regulatory sandbox kini memang masih terbatas digunakan untuk produk fintech, kegiatan usaha sektor finansial yang memanfaatkan teknologi digital dalam pengoperasiannya.
BACA JUGA: CIPS: Ramadan-Idulfitri Pengaruhi Transaksi Digital
Namun tidak tertutup kemungkinan dapat digunakan pada produk-produk dari sektor lainnya, seperti sektor kesehatan, pertanian. Dengan sandbox yang dijalankan selama jangka waktu tertentu di bawah pengawasan pemerintah, efektivitas sebuah regulasi dapat dilihat sebelum diterapkan.
Keuntungan lainnya bagi pemerintah adalah memahami dampak kebijakan tersebut terhadap konsumen, pasar dan lingkungan pemerintahan. Menurut lembaga studi, cara ini dapat membantu pemerintah dalam memfokuskan strategi nasional digitalisasi ekonomi, termasuk segi keamanan serta keinklusifannya.
Dalam ekonomi digital yang identik dengan perubahan secara cepat dan dinamis, kebijakan pemerintah harus dapat mendukung perubahan, inovasi, dan cukup fleksibel bagi pihak yang menerapkannya. Penggunaan pendekatan co-regulation atau koregulasi dapat diujicobakan untuk lebih mengasah ketajaman kebijakan dan produk hukum pendukungnya.
Pendekatan koregulasi melibatkan kementerian dan lembaga negara lainnya beserta pemangku kepentingan non-pemerintah dan asosiasi bisnis dalam pembuatan kebijakan atau peraturan.
Koregulasi menekankan pembagian tanggung jawab antara para pelaku, negara maupun non-negara dan terfokus pada kolaborasi dalam pembuatan, adopsi, penegakan, dan evolusi kebijakan dan peraturan.
BACA JUGA: CIPS: ICS Perlu Didukung Regulasi Perlindungan Data
“Pendekatan koregulasi ini menawarkan berbagai keuntungan dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Fleksibilitas dan kemampuan adaptasi yang lebih baik, tingkat ketaatan yang lebih tinggi serta kemampuan menangani isu-isu spesifik sebuah industri atau konsumen secara langsung,” tambah Trissia.
Koregulasi juga secara tidak langsung dapat mengukur kesiapan pihak non-pemerintah dan pelaku usaha dalam mengadopsi sebuah kebijakan baru. Dalam konteks ekonomi digital, pendekatan ini memiliki potensi untuk menjadi instrumen kebijakan yang efisien dengan sifat fleksibilitas dan adaptifnya karena sifat ekonomi digital yang sangat dinamis. Hal yang perlu dipastikan dengan keterlibatan pemerintah adalah produk yang dihasilkan tidak dibajak oleh kepentingan sempit kelompok atau industri tertentu.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz