Pemerintah terus mendorong seluruh pengusaha untuk menciptakan bisnis dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan sosial melalui tata kelola usaha yang berkelanjutan. Tujuannya, agar terjadi keseimbangan nilai sosial, ekonomi dan lingkungan dalam strategi bisnisnya.
Dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran (Unpad) sekaligus Founder The Local Enablers Dwi Purnomo menuturkan, praktik Go Green dan Go Sirkuler membuka peluang untuk terjadinya peningkatan profitabilitas melalui perluasan pasar dan dukungan kebijakan lain. Sebab, saat ini konsumen semakin sadar untuk mengonsumsi barang-barang yang diproduksi tanpa merusak lingkungan dan tidak adanya eksploitasi pekerja.
“Penelitian Deloite menunjukkan bahwa perusahaan yang digerakkan oleh tujuan (purpose) memiliki perolehan pangsa pasar yang lebih tinggi dan tumbuh rata-rata tiga kali lipat daripada pesaing mereka. Sekaligus memiliki capaian kepuasan tenaga kerja dan pelanggan yang lebih tinggi,” ujar Dwi Purnomo dalam Campus Marketeers Club (CMC) secara daring.
Menurutnya, setidaknya ada tiga aspek keuntungan yang didapatkan pengusaha ketika mampu beralih menuju bisnis bekelanjutan. Selain keuntungan finansial, tiga aspek lainnya yakni dari sisi costumer, pekerja, dan komunitas.
Pada aspek costumer, keuntungan yang didapatkan yakni adanya peningkatan pendapatan dari pelanggan yang membeli produk atau layanan. Kemudian, dari sisi pekerja akan meningkatkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan dan memberikan kebanggan tersendiri sehingga merasa pekerjaan yang dilakukan jauh lebih bermakna.
“Dari sisi komunitas, akan mendapatkan apresiasai dan kolaborasi dari anggota masyarakat yang mengakui perusahaan dengan orientasi pada tujuan dan berkontribusi pada kesejahteraan jangka panjang. Khususnya masyarakat sekitar perusahaan beroperasi,” ujarnya.
Tak hanya itu, Dwi Purnomo bilang, pemerintah dan investor berkontribusi pada akselerasi implementasi bisnis yang berkelanjutan. Pasalnya, pemerintah kerap memberikan insentif-insentif terhadap perusahaan yang tengah berupaya melakukan subtitusi produksi.
Sedangkan para pemodal, mereka cenderung mau membiayai proyek-proyek yang mengedepankan prinsip tata kelola berkelanjutan. “Ini akan menjadi lebih menguntungkan karena keuntungan akan hadir sebagai akibat dari proses membangunnya. Selain itu, pada era sekarang pasar yang meminta produ-produk lestari sangat tinggi, terutama dengan pertumbuhan Generasi Z yang sangat peka terkait puropose,” kata dia.
Sementara itu, Bintang Aziizu, Founder by Binzu menilai, peralihan proses bisnis dan produksi dari konvensional menuju berkelanjutan tidaklah mudah. Terlebih lagi, pada awalnya membutuhkan modal yang cukup besar untuk beralih menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan.
Dia mencontohkan, dalam industri tekstil yang digeluti untuk memproduksi busana-busana dengan ramah lingkungan terjadi kenaikan modal kerja yang cukup signifikan dibandingkan sebelumnya. Namun, hal tersebut dapat disiasati dengan mencari pendanaan pihak luar yang berfokus pada pengembangan bisnis berkelanjutan.
Bintang mengimbau para pengusaha muda untuk tetap memberanikan diri beralih menuju proses produksi yang berkelanjutan. Jika upaya ini dilakukan secara kontinu dan konsisten, dia optimistis bisnis akan berkelanjutan dan berkembang dengan pesat di masa depan.
“Sebenarnya para pengusaha muda mencoba dulu saja dan jangan terlalu banyak memikirkan tantangan yang akan terjadi. Poin dari sustainability itu kan banyak sekali, bisa dimulai dari pemilihan bahan bakunya terlebih dahulu yang ramah lingkungan. Kalau belum itu belum bisa, mungkin dapat diawali dengan pekerjanya yang dibayar secara benar. Memang tidak bisa langsung dilakukan secara keseluruhan, tapi dapat dikerjakan dengan bertahap,” ungkapnya.
Editor: Eko Adiwaluyo