Content Creator: dari Hobi Jadi Karir

marketeers article
Blogger Makes a Video. Blogger is Smiling Beard Man. Video About a Cooking. Woman Operator Shoots a Video on Camera. Different Food on Table. Man Showing a Piece of Pepper. People in Studio Interior.

Efek digitalisasi yang sangat masif mengubah cara hidup banyak orang. Perubahan ini meliputi gaya hidup, pola hidup, cara bersikap, bersosialisasi, cara menikmati konten entertainment, hingga perubahan karir. Seiring dengan perubahan kehidupan manusia yang kini berpusat ke arah platform-platform digital, muncul pula mereka yang memanfaatkan area ini sebagai ladang bisnis baru.

Content creator atau pembuat konten merupakan mereka yang menggunakan platform-platform media digital seperti YouTube, Instagram, dan blog untuk membagikan konten-kontennya sehingga bisa dinikmati orang lain.. Jika sebelumnya content creator dilakukan sebagai hobi. Kini kegiatan tersebut sudah berubah menjadi ladang bisnis yang menarik. Didorong dari semakin ketatnya penyematan kredit pada konten dan berbeloknya gaya hidup manusia ke arah digital, konten digital kini bisa menghasilkan penghasilan yang tidak sedikit.

“Kalau bilang content creator adalah pekerjaan, aku setuju karena dari sini kita mendapatkan kuntungan. Seperti pekerjaan orang pada umumnya, kami mendesain konten yang ingin dibuat, memikirkan tingkat engagementnya, memperhitungkan apakah konten ini akan ada penonton atau tidak, dan sebagainya,” ungkap Tasya Farasya, Beauty Vlogger di YouTube.

Jika menilik dari keuntungan, seorang vloggers bisa meraup keuntungan yang sangat banyak hanya dari sebuah video. Dilansir dari ABC Net, lebih dari 100 pemiliki akun YouTube yang berprofesi sebagai content creator menghasilkan hingga AUD 100.000 per video, sementara itu 2000 akun lainnya menghasilkan dalam rentang AUD 1000 sampai dengan AUD 100.000. Jika dikonversikan ke Rupiah, angka tersebut mencapai Rp 10 juta- Rp 1 miliar. Sebuah angka yang sangat besar jika diukur dari nilai pekerjaan.

Angka pendapatan tersebut hanya berasal dari video yang mereka unggah yang ditentukan dari ukuran engagement, jumlah penonton, dan jumlah orang yang berlangganan akun mereka. Ketiga hal penentu tersebut tercipta dari bagaimana seorang content creator memproduksi kontennya. Mereka harus memperhitungkan apa yang diangkat untuk menarik penonton baru dan mempertahankan penonton lama.

“Aku selalu berpikir untuk secara reguler mengeluarkan konten baru. Hal yang menjadi tantangan adalah bagaimana konten tersebut terus menarik, tidak membuat orang bosan, dan tidak terlalu fokus pada promosi. Aku sendiri lebih mengatur agar kontenku memiliki keaslian ciri khasku, bukan ikut-ikut yang viral mengharapkan engagement yang tinggi, namun tidak bisa mempertahankan penonton yang sudah menikmati kontenku sejak awal,” lanjut Tasya.

Keuntungan lain dari menjadi sebuah content creator yang berhasil memiliki tingkat engagement yang tinggi adalah tawaran-tawaran promosi yang berdatangan. Banyak sekali merek-merek dagang yang mempercayakan content creator untuk menjadi partner mereka dalam hal promosi produk. Hal ini karena masyarakat dirasa lebih memiliki hubungan dengan para content creator, terutama pada segmen produk tertentu. Seperti apa yang terjadi pada Tasya yang sangat fokus pada segmen konten seputar kecantikan dan makeup. Akibat dari konsistensinya, Tasya banyak mendapatkan tawaran kerjasama dengan berbagai merek dari segmen kecantikan dan makeup, bahkan e-commerce.

Layaknya pekerjaan pada umumnya, menjadi content creator tetap menuntut penggiatnya untuk kreatif dan inovatif. Bahkan dalam beberapa bidang, content creator harus mengatasi tantangan-tantangan pekerjaan sendiri sehingga menjadikan karir ini bersifat multitasking. Pekerjaan ini sesungguhnya adalah hobi yang kemudian sangat menghasilkan.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related

award
SPSAwArDS