Beberapa tahun lalu Hermawan Kartajaya dan Hooi Den Huan, Director of the Nanyang Technopreneurship Center merilis buku bertajuk Think ASEAN!. Di dalamnya mengatakan bahwa ASEAN adalah potensi pasar baru yang seksi di mana sekarang sudah ada sekitar 700 juta populasi di dalamnya.
Lalu sekarang apa yang terjadi? Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diresmikan pada akhir 2015 lalu. Sektor teknologi berkembang terus dengan bermunculannya perusahaan seperti GO-JEK, Grab, sampai Traveloka. Investor luar ASEAN pun berdatangan.
“Semakin kuat karena potensinya luar biasa. Ekonominya juga tumbuh sehat. Contoh Indonesia selalu tumbuh di atas 5%,” ujar Hooi di gelaran ASEAN Marketing Summit 2017 di Hotel Raffles Jakarta pada Kamis (7/9) 2017.
Makanya tidak heran kawasan regional ini menjadi target investor luar. Walau dari sisi kapital tidak sebesar seperti Jepang dan China, menurut Hooi kita punya competitive advantage berupa kreativitas. “Indonesia contohnya, negara yang sangat kreatif. Tidak heran industrinya juga berkembang kan,” sambungnya.
Tapi di satu sisi, ada satu hal yang masih belum terealisasi seperti yang diprediksi oleh Huan dalam buku, salah satunya sektor infrastruktur. Ia tidak mengatakan soal tidak memadainya infrastruktur di negara-negara kawasan regional, tapi tetap harus jadi perhatian. Dan Hooi tetap melihatnya dalam koridor yang positif.
Seperti contoh di Indonesia mulai menyadari betapa pentingnya sektor infrastruktur. “Lihat kan sekarang Presiden Jokowi membangun infrastruktur di mana-mana. MRT sebentar lagi jadi. Lalu ada kereta cepat Jakarta – Bandung. Hasilnya Indonesia jadi tuan rumah Asian Games 2018. Belum sempurna, tapi mulai ada awareness, dan mulai menghasilkan,” ungkap Hooi.
Yang cukup jadi tren adalah soal investasi besar-besaran China ke ASEAN lewat Alibaba, Tencent, sampai JD. Menurut Hermawan Kartajaya, perusahaan-perusahaan China sudah mulai oversupply sehingga mereka mulai mencari peluang bisnis di luar, salah satunya ASEAN.
Walau terlihat seperti akan memakan pemain lokal di ASEAN, Hooi menyarankan untuk melihat sisi positifnya. Kehadiran mereka bisa jadi pembelajaran.Bahkan kalau bisa menjadi partner bisnis mereka.
Kalau pun tidak bukan berarti tidak bisa bersaing. Perusahaan seperti startup teknologi yang belum besar masih punya peluang meraih pasar, asalkan memang punya target pasar yang jelas, punya diferensiasi, serta kreativitas.
Lalu apa yang masih menjadi kelemahan jika tidak mau kalah bersaing dengan raksasa-raksasa China? Hooi bilang soal cooperation. Integrasi antar negara ASEAN, walau sekarang sudah ada MEA, harus diperkuat lagi.
“Harus ada cooperation antar negara. Di satu sisi kita ini selalu punya konflik. Misal Singapura dengan Malaysia. Singapura dengan Indonesia. Malaysia dengan Indonesia. Tapi masih dalam tahap bisa dikendalikan. Nah, kalau mau integrasi minimal ada regulasi dari tiap negara soal cooperation. Mau maju bareng harus bersatu. Agar pemain sekelas UKM pun bisa hidup tidak hanya lokal tapi regional. Deklarasi ASEAN 50 seharusnya bisa menjadi salah satu fondasi mendorong ke arah sana,” tutup Hooi.