Atlet panahan putri asal Indonesia, Diananda Choirunisa melenggang ke babak 1/8 eliminasi di Olimpiade Paris 2024. Ia berhasil mengalahkan perwakilan Amerika Serikat (AS), Catalina Gnoriega, dengan kemenangan tipis 6-5.
Pada set pertama, Diananda sebenarnya sempat tertinggal dari Gnoriega. Atlet asal Jawa Timur itu mencatatkan rata-rata sembilan poin dari tiga kali percobaan, namun skor ini belum cukup untuk mengungguli lawan yang memiliki total 28 poin.
Memasuki set berikutnya, Diananda dan Gnoriega memperoleh skor yang sama, yakni 29 poin untuk set kedua dan 26 poin untuk set ketiga. Barulah pada set keempat, perempuan berusia 27 tahun itu mendapat momentum untuk menyamakan kedudukan dengan lawannya.
BACA JUGA: Juara Bertahan Olimpiade, Ini Rahasia Korea Selatan Dominasi Panahan
Perempuan yang akrab disapa Anis itu berhasil mengejar ketertinggalan dengan memanfaatkan cuaca panas yang mencapai 34 derajat Celcius. Hingga akhirnya, pertandingan ditentukan lewat babak shot off dengan pemanah Indonesia keluar sebagai pemenang.
Cuaca Panas Bawa Keuntungan
Diananda Choirunisa tak menampik mendapat keuntungan dari situasi sekitar. Selain menerima banyak dukungan yang membuatnya makin bersemangat, ia juga merasa diuntungkan dengan cuaca panas di Paris yang mencapai 34 derajat Celcius.
“Kalau cuaca panas, sama saja sebetulnya. Tapi, Alhamdulillah lumayan menguntungkan karena memang negara lawan lebih dingin. Jadi, waktu latihan mereka sudah kepanasan,” kata dia kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia di laman kemenpora.go.id.
BACA JUGA: Tangis Uta Abe di Olimpiade Paris 2024 Jadi Viral di Media Sosial
Sebuah studi yang dimuat dalam British Journal of Sports Medicine (2015) membenarkan bahwa cuaca panas dapat memengaruhi hasil pertandingan panahan. Atlet yang terbiasa dengan suhu panas memiliki keuntungan karena sudah beradaptasi dengan kondisi tersebut.
Atlet dari negara yang panas, seperti Indonesia, cenderung lebih terbiasa dengan suhu tinggi yang lantas dapat meningkatkan performa mereka. Mereka mungkin lebih baik dalam mengelola kelelahan dan dehidrasi dibandingkan atlet dari negara yang lebih dingin.
Keterbiasaan dengan suhu tinggi juga bisa membuat atlet lebih tahan terhadap stres fisik yang diakibatkan oleh panas. Pasalnya, tubuh bekerja lebih keras untuk mempertahankan suhu inti yang stabil ketika suhu lingkungan tinggi.
Editor: Ranto Rajagukguk