Sadarkah Anda berapa banyak total makanan sisa yang terbuang di Indonesia setiap tahun? Secara ekonomi, jumlah ini mencapai 320kg per orang per tahun atau jika dikalkulasikan bernilai US$4 miliar per tahun. Ide kreatif pun lahir dari fenomena ini. Seorang mahasiswa asal Indonesia mendirikan DamoGO, startup di Korea Selatan yang memungkinkan pemanfaatan sisa makanan yang secara umum terbuang. Seperti apa?
Didirikan akhir tahun lalu, DamoGO yang berbasis di Seoul, Korea Selatan merupakan sebuah platform karya anak bangsa yang memungkinkan pelaku bisnis makanan dan minuman untuk meminimalisir jumlah makanan mereka yang terbuang.
Muhammad Farras, Co-Founder DamoGO mengatakan mereka menyediakan platform bagi para pelaku bisnis untuk menjual sisa makanan yang tak terjual dengan harga yang lebih murah kepada para pembeli yang terhubung dengan DamoGO.
“Para pelaku usaha hanya perlu mengunggah foto produk makanan yang ingin mereka jual beserta waktu kadaluarsa. Minimum harga jual yang bisa mereka tetapkan adalah 50% lebih murah dari harga sebelumnya. Pembeli yang tertarik bisa membeli makanan melalui DamoGO dan langsung mengambil makanan itu di restoran atau kafe tersebut,” ungkap Farras di acara Innovation Network of Asia (INA) di Jakarta, Rabu (05/12/2018).
Baru berjalan satu tahun dan memperoleh angel investment, DamoGO kini telah mendapat dukungan dari pemerintah Korea Selatan. Mereka telah menggandeng sekitar 50 pelaku usaha makanan dan minuman di negeri ginseng tersebut.
Dalam waktu dekat, Farras mengatakan segera membawa bisnis ini ke Indonesia.”Target kami bukan sekadar pelaku bisnis makanan-minuman atau hotel saja, melainkan instansi pemerintah. Kami telah berkomunikasi dengan pemerintah Indonesia dan menemukan banyak kasus makanan yang terbuang di berbagai acara pemerintahan, terlebih usai digelar acara-acara besar. Kami pun berupaya untuk mengatasi persoalan ini. Jika dilihat, solusi yang kami bawa bisa berdampak positif bagi penjual maupun pembeli,” ungkap Farras.
Perihal tantangan, Farras mengatakan ada kemungkinan persoalan logistik menjadi persoalan utama yang harus mereka hadapi di Indonesia. Berbeda dengan Korea Selatan yang cenderung ramah bagi pejalan kaki, mereka secara umum hanya membeli melalui DamoGO dan mengambil produk tersebut secara pribadi langsung ke restoran atau kafe bersangkutan.
“Di Indonesia, nantinya kami berencana untuk menggandeng pihak ketiga dari dunia logistik dan jasa pengiriman untuk membantu menggarap bisnis kami,” ungkap Farras. Ia pun mengatakan sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan pemain riding-hiling di Indonesia, seperti Go-Jek dan Grab.
Editor: Eko Adiwaluyo