Perusahaan asuransi berbasis digital FWD Life mendobrak industri asuransi melalui produk asuransi “ketengan” ala FWD Life. Tak hanya berinovasi lewat produk, FWD Life juga melakukan inovasi taktik pemasaran yang berhasil membawa mereka tumbuh hingga 300%. Lalu, apa saja yang sebenarnya dilakukan oleh FWD Life?
Dalam gelaran Forum Diskusi MarkPlus Center for Financial Services di Jakarta, Selasa (29/08/2017), VP Digital Marketing and e-Commerce FWD Insurance Tommy Jenie mengatakan pertumbuhan yang mereka peroleh memang tidak mudah. Terlebih, mindset masyarakat awam yang cenderung memandang negatif asuransi.
Angka penetrasi asuransi di Indonesia yang masih lemah menjadi tantangan tersendiri bagi bisnis asuransi di Indonesia. Data OJK pada triwulan satu 2017 menunjukkan, angka penetrasi asuransi di Indonesia berada pada angka 2,70%, lebih rendah dibandingkan wilayah Asia lain seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia yang mencapai 5%.
Untuk mengatasi masalah penetrasi ini, Tommy mengatakan FWD Life mencoba mengubah paradigma negatif asuransi yang sudah lama melekat di masyarakat melalui produk asuransi Bebas Aksi Flash (BAF).
“Kami membidik target millennials yang memiliki jiwa tantangan namun menyukai hal-hal yang praktis. Produk BAF kami sediakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Agar menarik, harga yang dibanderol sangat murah, mulai dari Rp 30.000 saja,” terang Tommy.
Asuransi BAF memberikan kebebasan nasabah memilih periode perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya, ketika mereka ingin berlibur selama satu minggu, mereka dapat membeli asuransi satu kali bayar untuk tujuh hari seharga Rp 30.000. Tarif untuk satu bulan seharga Rp 60.000, dan tiga bulan seharga Rp 180.000.
Produk yang bagus hakekatnya tidak akan mencapai kesuksesan tanpa didukung teknik pemasaran yang baik. Untuk itu, Tommy menjelaskan FWD Life giat melakukan pemasaran dari beragam channel untuk membangun awareness, interest, dan trust terhadap FWD Life.
Di awal kehadirannya pada 2016, FWD Life membangun awareness dengan memilih OOH Billboard untuk memperkenalkan brand mereka. FWD Life kemudian menggunakan Google Search Engine Marketing (SEM), Google Display Network (GDN), dan membuat content marketing melalui Twitter, dan Facebook Post Paid untuk membangun interest masyarakat.
“Distribusi konten yang disajikan dalam setiap Sosial Media tidak bisa dibuat sama karena masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Di Facebook, kami fokus menyajikan konten yang berkaitan dengan passion travelling, sementara di Twitter, kami membahas hal yang related dengan moment yang saat itu terjadi, jadi memang berbeda. Selanjutnya, native advertising juga penting dalam membuat sebuah cerita yang lengkap mengenai produk yang ditawarkan,” kata Tommy.
Tommy menjelaskan, untuk membangun kepercayaan masyarakat, mereka menjalin partnership dengan CIMB Niaga dan maskapai penerbangan Air Asia.
“Kerjasama ini kami lakukan untuk membangun price dan produk FWD Life. Kami ingin mengkomunikasikan kepada masyarakat bahwa produk ini benar ada, dan alasan kami menggandeng Air Asia adalah mereka berbasis low cost airlines sehingga terdapat kesesuaian target market kami dengan Air Asia” kata Tommy.
Akhir tahun 2016 hingga awal tahun 2017 lalu, FWD Life menyediakan Air Asia Big Point bagi 2.000 konsumen pertama yang membeli Asuransi BAF. Tommy menerangkan, mereka memberikan 357 poin bagi pembeli Asuransi BAF tujuh hari, 750 poin untuk asuransi satu bulan, dan 2.250 poin untuk pembelian tiga bulan masa asuransi. Tidak hanya itu, 350 pembeli pertama diberikan double AirAsia BIG Point sesuai dengan periode perlindungan yang dipilih.
Sementara bersama CIMB, FWD Life memberikan benefit berupa pulsa bagi nasabah. “Nasabah yang membeli Asuransi BAF melalui OctoPay CIMB Niaga diberikan bonus pulsa senilai Rp 50.000 bagi pelanggan prabayar, dan voucher Alfamart senilai Rp 50.000 untuk pelanggan pascabayar,” tutur Tommy.
Pada akhirnya, Tommy mengatakan kesuksesan pertumbuhan FWD Life memang berakar dari upaya mereka mengubah paradigma target market mereka terhadap asuransi. Menurutnya, produk mereka akan dengan mudah diterima atau bahkan dicari ketika masyarakat sudah berpikir bahwa asuransi adalah sebuah “kebutuhan”.