Darurat Sampah Tekstil, Sejauh Mata Memandang Gelar Edukasi Sustainable Fashion
Potensi ekonomi sektor fesyen memang menjanjikan. Dilihat dari sifatnya yang merupakan kebutuhan pokok ditambah dengan tren yang terus berkembang, fesyen terus menciptakan kreativitas dan inovasi baru. Pasar industri ini sangat dinamis di mana konsumen sangat bergantung pada tren. Namun tanpa disadari, hal ini justru menciptakan masalah baru, yaitu jumlah sampah tekstil yang tidak terkendali.
Chitra Subyakto, Pendiri dan Direktur Sejauh Mata Memandang (SMM) mengungkapkan secara global, kini industri fesyen, terutama dari fast fashion menjadi salah satu penyumbang sampah tekstil terbesar. Fast fashion memberikan pilihan kepada konsumen untuk membeli pakaian dengan harga terjangkau dan tren yang selalu up to date. Hal ini mendorong akumulasi limbah fesyen yang terus meningkat. Tidak hanya dari konsumen fesyen yang berlebihan, penggunaan bahan yang tidak ramah lingkungan seperti serat sintetis dan poliester memperburuk kondisi ini. Per tahun 2020, sekitar 85% sampah tekstil dibuang ke laut.
“Di Indonesia, tempat pembuah sampah akhir Bantar Gebang diperkirakan tidak akan bisa menampung sampah lagi pada akhir tahun 2021. Buruknya, sebagian besar sampah tersebut adalah sampah tekstil yang tidak diolah kembali,” jelas Chitra.
Chitra menganggap kondisi ini harus segera ditangani. Melalui merek fesyen berkelanjutan yang dibangunnya dan didukung oleh TACO dan Ashta District 8, SMM menggelar pameran Sayang Sandang, Sayang Alam. Pameran ini berupaya mengedukasi masyarakat mengenai darurat sampah tekstil sekaligus membangun kesadaran untuk mulai memikirkan penggunaan fesyen yang berkelanjutan.
SMM membagi pameran ini menjadi beberapa area. Di antaranya area fakta mengenai sampah tekstil; video informatif dan visual hasil kolaborasi bersama Greenpeace, Davy Linggar, Dian Sastrowardoyo, Tulus, Gustika Hatta, dan Mesty Artiariotedjo; area penyaluran sampah tekstil; dan kios produk daur ulang dari SMM.
“Selama pameran yang digelar pada 6 Maret sampai 6 April 2021 di Astha District 8, kami mengajak masyarakat untuk mendonasikan pakaian yang tidak terpakai untuk didaur ulang melalui kotak peduli sampah,” kata Chitra.
Aksi daur ulang ini didorong dari fakta ada 95% sampah tekstil yang terbuang sia-sia. Padahal, seharusnya sampah-sampah tersebut dapat didaur ulang, baik untuk menciptakan fesyen baru atau mengalami perubahan fungsi produk yang tidak kalah bermanfaat dan memiliki nilai jual. SMM bahkan berhasil menjalankan produk untuk mendaur ulang sampah tekstil dan mengolahnya menjadi benang dan menjadi tekstil baru.
“SMM memiliki konsep slow fashion. Kami berupaya mengurangi sampah tekstil dengan menciptakan sandang dari bahan yang dapat terurai, memanfaatkan kain sisa produksi, dan mendaur ulang kain dengan tujuan memodifikasi nilai guna. SMM bahkan dapat menjamin pakaiannya dapat dikubur dan akan terurai dengan alami jika sudah tidak terpakai lagi,” tutup Chitra.
Editor: Sigit Kurniawan