PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (Darya-Varia) menargetkan pertumbuhan pendapatan tahun ini sama dengan pertumbuhan tahun lalu sebesar 18%. Berbagai manuver pun dilakukan dengan menggenjot penjualan di divisi consumer health.
Frida O. Chalid, Legal & Corporate Affairs Director Corporate Secretary PT Darya-Varia mengatakan, sampai dengan semester pertama tahun ini, pertumbuhan penjualan sudah sampai 14% dari periode yang sama tahun lalu. Ia berharap bisa sampai 18% sampai akhir tahun.
“Sudah sampai 14% saja sudah cukup bagus, mengingat pertumbuhan 2014 ke 2015 sudah cukup tinggi,” terangnya seusai peluncuran produk Natur-E dan Enervon Active di Jakarta, Senin, (3/10/2016).
Berdasarkan paparan publik Mei 2016 lalu, Darya Varia menargetkan pendapatan tahun ini sebesar Rp 1,54 triliun, atau naik 18% dari tahun 2015 yang sebesar Rp 1,3 triliun.
Adapun laba emiten farmasi tersebut dapat tumbuh 28% tahun ini menjadi Rp 133,34 miliar. Pertumbuhan laba itu dipatok sama dengan pertumbuhan tahun lalu.
Siasat dilakukan Darya-Varia dengan menggeber penjualan di divisi Consumer Health. Dua merek andalannya, yaitu Nature-E dan Enervon dipersiapkan untuk meningkatkan market share sekaligus penjualan lewat serangkaian produk baru.
Apalagi, kedua merek itu menjadi pemimpin pasar di kategorinya. Seperti Natur-E yang menguasai 60% produk vitamin E kapsul di Indonesia.
“Pertumbuhan penjualan consumer health 19% sampai dengan saat ini dibandingkan tahun lalu. Mayoritas disokong dari penjualan Natur-E dan Enervon,” terang Farida.
Ia menerangkan, divisi consumer health berkontribusi 45% dari pendapatan Darya-Varia. Sisanya, berasal dari divisi Prescription atau obat etikal.
Hal lain yang dilakukan Darya-Varia adalah dengan menggali cuan di bisnis toll manufacturing. Hingga semester pertama tahun ini, penjualan toll manufacturing telah tembus Rp 19 miliar. Naik dari semester pertama tahun lalu yang sebesar Rp 10 miliar.
“Kontribusi toll manufacturing terhadap keseluruhan bisnis Darya-Varia hanya 9%. Kami hanya menawarkan fasilitas produksi yang tidak kami gunakan oleh produk sendiri,” paparnya.
Farida berharap, kontribusi toll-manufacturing dapat mencapai 12% sampai akhir tahun 2016. Meski tak membeberkan nama perusahaan, Farida bilang, sudah ada satu perusahaan farmasi multinasional yang menjadi kliennya.
“Menjual produk sendiri jauh lebih untung karena ada margin. Sedangkan melakukan toll-manufacturing hanya menjual sesuai Harga Pokok Penjualan atau Cost of Good Sold,” ucapnya.
Editor: Sigit Kurniawan