Ada salah satu yang tak kalah penting untuk diperhatikan para pemasar ketika mencoba melibatkan milenial dalam strategi pemasaran mereka. Ingatkah Anda dengan konsep Marketing 3.0? Ya, konsep ini kembali hidup di tengah-tengah konsumen milenial dan generasi Z.
Pasalnya, survei milenial tahunan Deloitte ketujuh yang dilakukan kepada lebih dari sepuluh ribu responden milenial dan lebih dari 1800 responden generasi Z menunjukkan, generasi milenial secara umum merasa lebih skeptis terhadap motivasi dan etika bisnis perusahaan.
Milenial dikatakan ingin memberikan dampak positif bagi lingkungan dan sosial mereka. Hal ini kemudian mendorong milenial untuk memilih merek yang mereka percaya dapat menyalurkan keinginan itu.
Peluang ini diambil oleh perusahaan Food and Beverages (F&B) asal Seattle, Amerika Serikat, Starbucks. “Kami menjual produk dengan nilai-nilai sosial di dalamnya. Kami mengajak milenial untuk terlibat langsung memberikan dampak kepada lingkungan sekitar,” kata Chief Marketing Officer Starbucks Indonesia Liryawati kepada Marketeers.
Langkah yang diambil Starbucks untuk melibatkan pelanggan turut serta dalam memberikan dampak kepada lingkungan dan sosial mereka merupakan langkah yang tepat sasaran, terlebih bagi generasi milenial. Praktik ini serupa dengan konsep Marketing 3.0 yang berbasiskan pada kepedulian terhadap People, Planet, dan Profit. Melalui pendekatan Marketing 3.0 yang berbasiskan nilai-nilai human spirit, Starbucks mencoba membangkitkan spirit kepedulian ini kepada konsumen mereka melalui beragam program, antara lain Art in a Cup.
“Melalui kampanye Art in a Cup, kami mengajak para pelanggan Starbucks untuk berpartisipasi melestarikan perkopian Indonesia. Dengan meluncurkan sederet menu seasonal untuk kampanye ini, setiap penjualan 10 minuman Art in a Cup akan kami donasikan kepada petani lokal Bali melalui Starbucks Farmers Support Center,” tutur Liryawati.
Program ini bukan kali pertama dilakukan Starbucks. Tahun lalu, Liryawati mengatakan kampanye Art in a Cup sukses menarik begitu banyak partisipan. Bahkan, Starbucks mengumpulkan sumbangan mencapai 330 ribu benih kopi yang mereka berikan kepada lebih dari 350 keluarga petani.
Baginya, memberikan dampak positif bagi lingkungan dan sosial telah menjadi DNA Starbucks. Nilai ini yang kemudian disebarkan oleh Strabucks melalui beragam program dan kampanye yang melibatkan para konsumen, mulai dari kampanye #LOVEPINK yang mengangkat isu kanker payudara, hingga kampanye persoalan lingkungan seperti program pembuatan menara air di sejumlah wilayah yang membutuhkan.
Pada akhirnya, merek harus mulai menerapkan konsep pemasaran ini. Pasalnya, temuan Delloite ini menunjukkan tak hanya generasi milenial, generasi Z yang siap menjadi konsumen masa depan pun percaya dunia bisnis memiliki kewajiban untuk terlibat dalam meningkatkan kondisi sosial masyarakat, bukan sekadar mencetak keuntungan semata.
Lantas, sudahkah merek Anda melibatkan milenial berkontribusi bagi lingkungan mereka?