Sejak Februari lalu, Indosat Ooredoo mengumumkan perubahan organisasi. Upaya ini dirancang untuk menjadikan bisnis lebih lincah sehingga lebih fokus kepada pelanggan dan lebih dekat dengan kebutuhan pasar. Langkah ini pun masuk ke dalam strategi tiga tahun perusahaan untuk bertransformasi menjadi perusahaan yang lebih lincah dan terpercaya.
Di dalam laporannya, President Director & CEO Indosat Ooredoo Ahmad Al-Neama menyampaikan tiga perubahan vital terhadap bisnis Indosat Ooredoo. Pertama, memperkuat tim regional agar lebih cepat mengambil keputusan dan lebih dekat dengan pelanggan. Kedua, pengalihan penanganan jaringan ke pihak ketiga, penyedia jasa Managed Service. Hal ini dinilai sejalan dengan praktik terbaik di industri.
Ketiga, Rightsizing organisasi. Hal ini dilakukan dengan menambah SDM untuk meningkatkan daya saing dan meningkatkan kualitas layanan dan pengalaman pelanggan. Di sisi lain, perusahaan merampingkan SDM di beberapa fungsi bisnis.
“Kami telah mengkaji secara menyeluruh semua opsi. Kami pun harus mengambil tindakan yang sulit ini, namun sangat penting bagi kami untuk dapat bertahan dan bertumbuh,” ujar Director & Chief of Human Resources Irsyad Sahroni.
677 karyawan di-PHK
Hasilnya, Indosat Ooredoo melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 677 karyawan mereka. Langkah reorganisasi ini pun telah diterima oleh 92% dari total 677 karyawan yang terkena dampak tersebut.
“Kami telah mengadakan pelatihan dan dukungan pasca-kerja untuk karyawan yang terkena dampak pada akhir Februari lalu. Kami juga gembira bahwa mitra Managed Services berkelas dunia, Ericsson, telah mulai merekrut banyak karyawan kami yang terkena dampak untuk mulai bekerja di bawah payung perusahaannya,” tambah Irsyad.
Selain itu, perusahaan telah mengalokasikan Rp 663 Miliar untuk mendanai paket kompensasi, dengan angkatan pertama sebesar Rp 343 miliar untuk 328 karyawan yang terkena dampak. Angka ini tidak termasuk bonus 2019 sebesar Rp 18,3 miliar, yang akan dibayarkan sebelum 15 April 2020.
Di sisi lain, perusahaan sedang melalui proses mediasi dengan 52 karyawan yang terkena dampak yang memutuskan untuk menolak tawaran kompensasi dan melalui penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
“Memang benar beberapa karyawan yang terkena dampak memutuskan untuk melakukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Kami akan menghormati dan mengikuti proses yang mengacu pada prosedur dan hukum yang berlaku,” lanjut Irsyad.
Proses dimulai dengan pertemuan bipartit yang dilakukan pada akhir Februari lalu dan dilanjutkan dengan proses mediasi yang dipimpin oleh masing-masing Kantor Tenaga Kerja setempat sebelum merebaknya COVID-19.
“Kami selalu mengikuti semua proses yang sesuai dengan Hukum yang berlaku dan diatur oleh Kantor Tenaga Kerja dan pemerintah,” pungkasnya.