Kasus hubungan antara seorang guru berusia 57 tahun dengan muridnya yang baru berumur 16 tahun viral di jagat maya. Banyak yang menyebutnya sebagai child grooming, namun tak sedikit pula yang tidak sepakat karena menilai si anak mestinya bisa membuat keputusan rasional.
Isu tersebut sejatinya kompleks karena melibatkan faktor psikologis, perkembangan moral, serta dinamika kekuasaan. Namun menurut Safe Kids Thrive, anak yang berusia 16 tahun, meski punya kesadaran moral dasar, masih rentan terhadap pengaruh sosok dewasa yang berkuasa.
Child grooming sendiri adalah proses saat pelaku membangun hubungan emosional dengan anak untuk mengeksploitasi secara seksual. Pelaku biasanya akan memanipulasi anak dengan hadiah, perhatian khusus, atau membuatnya merasa terisolasi dari lingkungan.
BACA JUGA: Viral Karyawan Meninggal Diduga akibat Kelelahan Kerja, Kenali Bahayanya
Menurut para ahli perkembangan di laman Ask Dr Sears, otak remaja, terutama prefrontal cortex yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan rasional dan pengendalian impuls, belum sepenuhnya berkembang hingga sekitar usia 25 tahun.
Bagian otak tersebut memiliki peran penting dalam membuat keputusan yang matang, termasuk kemampuan menilai risiko dan konsekuensi. Remaja, meski mampu memahami konsekuensi dasar dari tindakan mereka, masih dalam proses menyempurnakan kemampuan tersebut.
Itulah yang membuat mereka lebih rentan terhadap pengaruh dari orang dewasa yang berkuasa.
BACA JUGA: Hadapi Masa Sulit dengan Burnt Toast Theory, Begini Caranya
Di Umur Berapa Anak Bisa Membuat Keputusan Rasional?
Masih mengutip penjelasan dari Ask Dr Sears, anak mulai memahami konsep benar dan salah sejak usia dini, yaitu sekitar 7 hingga 10 tahun. Namun, kemampuan untuk membuat keputusan yang matang terus berkembang hingga masa remaja dan dewasa.
Para ahli perkembangan sepakat bahwa otak remaja, terutama bagian prefrontal cortex yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan rasional, belum sepenuhnya berkembang hingga usia sekitar 25 tahun.
Karena prefrontal cortex masih berkembang, remaja pun cenderung mengandalkan amigdala untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Ini merupakan bagian otak yang terkait dengan emosi, agresi, dan perilaku naluriah.
Itulah yang menyebabkan remaja sering disebut labil dan bisa salah dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain, meski remaja mungkin sudah mulai memahami konsekuensi dari tindakannya, mereka masih rentan terhadap pengaruh dari orang dewasa yang memiliki kekuasaan atas mereka.
Editor: Ranto Rajagukguk