Apakah Anda pengguna aplikasi pesan instan, namun Anda telah jarang membuka akun jejaring sosial Anda? Jika iya, maka Anda berada dalam tren yang terjadi saat ini. Menurut survei yang dipublikasikan sosial media asal Finlandia, Jongla, di pasar negara-negara berkembang, masyarakat cenderung menggantikan jejaring sosial mereka dengan aplikasi instant messaging.
Survei tersebut mengatakan bahwa di Indonesia, berkirim pesan teks merupakan salah satu aktivitas online yang paling populer. Alasan yang dikemukan survei tersebut adalah kondisi masyarakat saat ini lebih banyak menghabiskan waktu pada aktivitas online dan memiliki lebih sedikit waktu untuk kehidupan sosial.
Kemacetan lalu lintas, terutama di kota-kota besar di Indonesia turut menguatkan tren tersebut. Hal ini juga sejalan dengan tren di seluruh dunia bahwa aplikasi pengirim pesan menjadi platform utama pada smartphone melampaui jejaring sosial, dalam hal jumlah pengguna yang aktif.
“Sekarang ini, perbedaan antara jejaring sosial dan aplikasi instant messaging sangat tipis dan kami sangat yakin bahwa dua hal tersebut akan bergabung menjadi satu dalam waktu yang tidak lama lagi,” tutur Riku Salminen, CEO Jongla berdasarkan rilis yang diterima Marketeers.
Salminen mengatakan, pihaknya sudah melihat tren tersebut sejak lama, sehingga pihaknya meluncurkan Jongla Social Messenger, yang diklaim menjembatani celah antara jejaring sosial dan pengiriman pesan kilat.
Berdasarkan data analisis Jongla, aplikasi instant messaging paling sering digunakan antar pukul 17.00 – 21.00. Hal ini mendukung tren bahwa masyarakat kini berkomunikasi dengan memindahkan kehidupan sosial mereka ke aplikasi pengiriman pesan. Karenanya, Jongla membenamkan fitur People, yaitu pengguna dapat menemukan teman baru berdasarkan kedekatan lokasi.
Untuk melindungi privasi mereka, Jongla hanya akan menampilkan perkiraan lokasi orang tersebut. Dan, tentu saja, fitur ini bersifat opsional, dalam arti pengguna boleh memilih untuk mengaktifkan fitur ‘People’ atau tidak.
“Kami terus menjadikan Jongla untuk lebih bersifat sosial tanpa mengorbankan inti dari Jongla sendiri, yaitu pesan yang bersifat pribadi,” tambah Salminen.
Ia melanjutkan, Jongla Social Messenger juga memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan profil pengguna lain dengan beberapa pilihan ‘Reaksi’. Sesama komunitas Jongla dapat saling memberikan reaksi untuk menunjukkan ekspresi mereka, seperti ikon jempol, senyum atau bahkan simbol hati.
“Terkadang kita sulit untuk mengungkapkan emosi kita kepada orang lain. Kami ingin memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memulai pertemanan melalui sebuah cara yang lebih seru dan bermakna,” demikian penjelasan Salminen.
Sepak Terjang Jongla
Jongla adalah satu dari sekian jejaring sosial yang eksis di dunia. Perusahaan yang didirikan oleh pengusaha Finlandia Arto Boman ini mengantongi sekitar 2,5 juta pengguna global. Indonesia berkontribusi hanya 5% dari angka tersebut.
Salminen mengakui bahwa pengguna Jongla di Indonesia masih amat sedikit dan jauh dari target yang ingin dicapai. Namun, dengan kehadiran fitur messaging ini, ia yakin Jongla mampu meningkatkan pengguna baru di Indonesia.
Keyakinan Salminen didasarkan pada fakta bahwa masih terbukanya pertumbuhan pasar aplikasi pesan singkat di Tanah Air. Ia merujuk pada data statistik yang menyebut bahwa penetrasi internet di Indonesia pada tahun 2015 sekitar 35% dari total populasi.
“Dan akan mencapai 63% dari total populasi dalam waktu lima tahun ke depan atau mencapai sekitar 160 juta pengguna internet pada tahun 2020,” ucapnya.
Dalam waktu dua tahun yang akan datang, sambung Salminen, seluruh generasi muda yang kurang lebih berjumlah miliaran orang di seluruh dunia, akan mengakses internet secara mobile. Hampir seluruhnya mengakses internet melalui smartphone kelas menengah (middle end) dan bawah (low end) dengan kartu prabayar.
Jongla juga mencatat bahwa di Indonesia, tingkat kepuasan untuk kecepatan internet mobile telah bertumbuh mencapai 49%, tetapi tingkat kepuasan untuk volume data justru menurun hingga 37%.
Sementara itu, Jongla mengamati bahwa perkembangan paling pesat aplikasinya justru terjadi di pasar negara berkembang di mana masyarakatnya masih mengalami masalah koneksi internet yang lambat dan data yang harganya mahal.
Oleh karena itu, untuk membantu pengguna menghemat uang dan data, Jongla mengklaim bahwa aplikasinya bekerja sangat ringan. Berdasarkan kajian yang dilakukannya, Jongla menggunakan 80% data lebih sedikit dibandingkan dengan Viber dan kurang dari 25% data dibandingkan dengan Facebook Messenger.
“Jongla tetap paling ekonomis dalam hal penggunaan data dan biaya. Mulai dari mengunduh hingga penggunaan sehari-hari. Jongla sangat membantu pengguna untuk berhemat, khususnya pengguna paket data prabayar,” papar Salminen.
Editor: Eko Adiwaluyo