Pandemi memaksa banyak hal berubah dan beradaptasi, termasuk bisnis yang paling kecil sekalipun. Indonesia bahkan harus mengalami resesi untuk pertama kali sejak tahun 1998. Data dari IMF memproyeksikan angka PDB riil ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi 1,5% pada tahun 2020.
Menanggapi resesi yang terjadi, pemerintah sendiri optimistis bahwa perekonomian Tanah Air akan segera pulih. Karenanya, pemerintah terus menggenjot program-program hingga ke daerah untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Salah satu cara yang diyakini mampu membantu adalah meningkatkan performa atau pendapatan dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) lewat digitalisasi.
Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Mandiri, hingga September 2020 tercatat 53% UKM Indonesia telah memanfaatkan aset dan alat digital. Angka ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan pada Mei 2020, yaitu hanya 27%.
Meski masih terbilang awam dan pemula dalam konsep daring, UKM di Indonesia sudah mulai menunjukkan revolusi kebiasaan. Ini menunjukkan adanya ketahanan dan adaptasi masyarakat.
“Para pelaku UKM atau pemilik warung dapat menghemat waktu juga tenaga dengan berbisniis menggunakan teknologi. Adopsi digital ini juga dapat meningkatkan arus kas mereka karena dapat mengelola stok barang secara efisien,” ujar CEO dan Co-Founder Ula Nipun Mehra.
Pemanfaatan teknologi oleh pelaku UKM juga menjadi terobosan untuk menjawab tantangan tentang inklusi keuangan. Karena, para pemilik warung bisa mengenal layanan keuangan yang lebih transformatif.
“Fleksibilitas dan adaptasi UKM Indonesia yang terjadi secara luar biasa hingga saat ini menjadi tanda dan harapan untuk Indonesia. Tren ini harus berlanjut, saya optimistis bahwa pemulihan ekonomi Indonesia secara keseluruhan yang dicanangkan pada 2021 dapat dicapai bersama,” tutup Nipun.
Editor: Ramadhan Triwijanarko