Diskusi di tingkat global mengenai dampak dari teknologi terdepan seringkali tidak terumuskan dengan baik. Akibatnya, kebijakan di negara-negara berkembang pun cenderung jalan di tempat. Ini adalah hasil temuan dari riset terbaru Pathways for Prosperity on Technology and Inclusive Development atau Komisi Pathways.
Lebih jauh, penelitian yang rencananya akan dibahas dalam pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF di Bali ini juga menemukan bahwa diskusi mengenai dampak dari teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) didasari bukti yang kurang. Selain itu, fokus bahasannya pun lebih kepada penerapan di negara maju sehingga kurang mampu memberikan gambaran yang cukup bagi pemerintah, dunia bisnis maupun warga negara berkembang.
Komisi Pathways menyatakan diskusi-diskusi ini terpolarisasi antara kekhawatiran bahwa robot akan menggantikan peran manusia dalam banyak pekerjaan dan anggapan bahwa teknologi akan menjadi solusi tunggal dari semua masalah.
Menteri Keuangan Indonesia sekaligus Co-Chair Komisi Pathways Sri Mulyani Indrawati mengatakan, revolusi teknologi, berikut disrupsi yang terjadi, menawarkan berbagai peluang dan juga tantangan. Teknologi juga menjadi solusi meningkatkan kesejahteraan bagi banyak orang, termasuk mereka yang tinggal di negara yang ekonominya sedang berkembang,
“Negara yang ekonominya sedang berkembang harus mampu menghadapi dan beradaptasi dengan disrupsi teknologi yang terjadi,” ujarnya.
Di Indonesia, sambung dia, teknologi digital telah menghubungkan sektor ekonomi informal dengan sektor ekonomi formal. Karena itu, Indonesia perlu segera memulai diskusi baru berdasarkan bukti kuat terkait upaya pemberdayaan para pengambil keputusan di negara-negara berkembang.
“Tujuannya agar mereka lebih bisa mengkapitalisasi teknologi baru serta mengelola dengan lebih baik disrupsi yang terjadi,” tambahnya.
Mengatasi eksklusivitas teknologi digital dan ketidaksetaraan digital adalah kuncinya, Dengan tiga miliar jiwa yang diprediksi akan tetap offline pada tahun 2023 dan semakin banyak lagi yang gagal memperoleh potensi dari internet secara penuh, pendekatan bisnis seperti biasa (business-as-usual) tidak dapat menjangkau orang-orang yang termajinalkan.
“Kita tidak bisa membiarkan batasan yang menghalangi kelompok miskin dan marjinal untuk mendapatkan manfaat dari inovasi teknologi di masa mendatang,” ujar Co-Chair the Bill & Melinda Gates Foundation Melinda Gates.
Menurut Komisi Pathways, gelombang perubahan teknologi saat ini mewakili persimpangan jalan dalam sejarah yang unik, terutama dalam hal cakupan dan kecepatannya. Tentunya, akan ada yang menang dan yang kalah.
Tapi, kemampuan teknologi dalam membantu pengentasan kemiskinan yang ekstrem dan pencapaian SDGs akan bergantung pada pilihan keputusan negara bersangkutan. Selain itu, ini juga bergantung pada kualitas bukti yang mereka miliki serta dukungan dari komunitas internasional.
Editor: Sigit Kurniawan