Dorong UKM Naik Kelas, Apindo Dukung Program KUR Klaster

marketeers article
Ilustrasi pelaku UKM, sumber gambar: 123rf

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung program Kredit Usaha Rakyat (KUR) klaster sebagai solusi jitu untuk mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) naik kelas. Pasalnya, peran sektor itu dinilai menjadi kunci dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi.

“KUR klaster yang digagas oleh Presiden adalah solusi terbaik untuk menjawab tantangan yang ada. Jawaban atas tantangan untuk menaikkan kelas UKM dan jawaban atas tantangan untuk meningkatkan kesejahteraan para pelaku ekonomi penopang signifikan PDB Indonesia,” kata Ajib Hamdani, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (22/12/2022).

BACA JUGA: SRC Komitmen Dukung Transformasi Digital UKM secara Berkelanjutan

Ajib menyebut sebagai sektor yang menopang lebih dari 61,97% PDB nasional, UKM mempunyai paling tidak empat masalah mendasar mulai dari literasi keuangan yang rendah hingga kualitas SDM dan teknologi.

“Pemahaman para pelaku ekonomi sektor ini cenderung belum mengerti tentang laporan keuangan, pentingnya pencatatan dan administrasi, serta sistem manajemen keuangan,” ujarnya.

BACA JUGA: Hingga September, Jamkrindo Kantongi Laba Bersih Rp 802 Miliar

Permasalahan kedua adalah belum terbangunnya ekosistem bisnis dari hulu ke hilir. Menurut Ajib, inilah yang menyebabkan UKM sulit untuk bertahan dan tidak mendapatkan nilai tambah yang maksimal.

Masalah yang ketiga, yaitu tidak atau kurangnya jaminan yang dibutuhkan ketika membutuhkan pinjaman. Sementara itu, permasalahan keempat adalah rendahnya produktivitas karena kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kekurangan teknologi.

Namun, Ajib mengatakan dengan keterbatasan yang ada, UKM tetap bisa berjalan dan terus tumbuh, baik dari sisi jumlah pelakunya maupun diversifikasi usahanya.

“Hal ini menunjukkan UKM sebenarnya sangat feasible, tetapi banyak yang belum bankable. Indikasi UKM ini feasible, misalnya masih banyaknya pelaku usaha yang mendapatkan pola pembiayaan konvensional, meminjam dari rentenir, atau yang pinjam melalui pinjaman online (pinjol) dengan bunga yang sangat tinggi, tetapi usahanya masih berjalan dengan baik. Indikator seperti ini menunjukkan, bahkan dengan cost of fund yang tinggi, UMM masih tetap bisa berjalan,” ucapnya.

Selanjutnya, Ajib berharap implementasi KUR klaster bisa berjalan dengan baik didukung industri keuangan sebagai penyalur serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas. Ia mengakui industri keuangan memang cenderung kurang berpihak kepada pelaku UKM berdasarkan indikator rasio kredit yang masih dalam kisaran 20% untuk UKM dari total kredit yang mengalir, dengan kisaran Rp 1.200 triliun.

Idealnya, porsi UKM bisa lebih ditingkatkan mencapai 30% atau kisaran Rp 1.800 triliun.

“Tetapi ini memang kondisi yang tidak mudah, karena industri keuangan, terutama perbankan, adalah industri yang high regulated dan harus prudent (hati-hati) dalam menyalurkan kredit. Di sisi lain, salah satu permasalahan mendasar UKM adalah literasi keuangan yang cenderung masih rendah,” tuturnya.

Sementara itu, lantaran UKM tidak akan bisa tumbuh secara alamiah dan bersaing dengan industri besar, maka dibutuhkan intervensi regulasi agar sektor tersebut tetap bisa mempunyai akses maksimal dalam konteks mendapatkan kredit.

“OJK mempunyai peran yang sangat sentral dalam hal ini. KUR klaster membutuhkan panduan teknis dalam bentuk aturan yang dikeluarkan oleh OJK, sehingga perbankan mempunyai dasar yang kuat dan terukur dalam teknis penyaluran,” katanya.

Ajib berharap, program KUR klaster bisa terlaksana dengan optimal dan menjadi instrumen efektif untuk mendongkrak UMKM naik kelas.

“Jangan sampai program ini hanya menjadi program hiasan, bagus dalam konsep tapi kurang optimal dalam dukungan pelaksanaan,” ujar Ajib.

Related

award
SPSAwArDS