Duh, Gonzales Kena “Sihir” Raam Punjabi!

marketeers article

SETIAP ORANG bebas dengan pilihannya. Termasuk bebas menentukan mau menjadi apakah dirinya. Ia bebas memilih menu makan, motif pakaian, sampai jenis pekerjaan apa pun yang ia sukai. Saya mengamini opini tersebut. Tapi, sedikit lain cerita dengan apa yang terjadi terkait sosok Christian Gonzales—striker Timnas PSSI dari Persib Bandung itu.

Minggu siang, tak seperti biasanya, saya ikut nimbrung menonton acara infotainment sambil menghabiskan menu makan siang. Dari tabung televisi itu, dikabarkan bahwa pemain naturalisasi kelahiran Montevideo itu kini main sinetron. Sinetronnya bernuansa komedi-religi berjudul “Islam KTP.” Singkat cerita, sinetron ini berkisah tentang perjalanan pemilik nama lengkap Christian Gerard Alfaro Gonzales itu menjadi seorang mualaf dengan nama anyarnya Mustafa Habibie.

“Astaga!” mungkin kata ini yang tepat menggambarkan reaksi saya pada kabar siang tersebut. Bagi saya, sayang sekali, salah satu bintang lapangan hijau Timnas ini main opera sabun. Seperti tidak ada pekerjaan lainnya yang lebih elegan buat seorang pesepakbola seperti dirinya. Menjadi bintang iklan, menurut saya masih mending. Tapi, ini main sinetron yang tak tahu ujung ceritanya, alamak!

Main sinetron adalah pilihan Gonzales. Gonzales  kepada wartawan menyatakan senang dengan pilihan ini dan merasa aktivitas sepakbolanya tidak akan terganggu. Saya tidak percaya dengan alasan Gonzales ini. Sinetron yang butuh syuting setiap saat—apalagi sinetron Indonesia terkenal tak jelas jluntrung dan tak ada akhir ceritanya alias senantiasa bersambung—pasti akan menganggu aktivitas dirinya sebagai pesepakbola. Meskipun dia juga beralasan sedang menjalani liburan dari Persib.

Pengocek bola ini kini sedang syuting, du, du, duh. Sumber foto: Kedaulatan Rakyat

Ibarat sebuah merek, positioning Gonzales akhirnya kurang jelas. Mau profesional sebagai pemain sepakbola atau pemain sinetron. Pilihan Gonzales menandakan tidak adanya totalitas merek sebagai pemain bola. Lebih elegan, kalau Gonzales ambil pekerjaan sambilan sebagai pelatih klub sepakbola anak-anak, misalnya. Masih berada di koridornya. Sekarang, posisinya jadi kabur. Kecuali kalau di balik pilihan main sinetron itu ada alasan lain dia sebentar lagi pensiun.

Dengan posisi yang tak jelas itu, pelanggan jadi meragukan sang merek, Gonzales. Energinya tidak lagi terfokus pada bola, tapi juga sinetron. Di ranah pemasaran, ada yang namanya ekstensi merek—satu merek dipakai untuk menamai beberapa kategori produk yang berbeda. Tantangan dari ekstensi ini adalah kaburnya persepsi konsumen pada merek tersebut. Ada merek yang sukses melangsungkan ekstensi, tapi tak jarang ada yang gagal. Kegagalan ekstensi merek bisa menjadi jalan merek tersebut menuju kematian.

Bagi saya, pilihan main sinetron menurunkan citra merek Gonzales. Para penggemar Gonzales, menurut saya, akan meragukan keampuhan lagi di lapangan hijau karena hatinya sudah terpecah—entah beralasan mendongkrak popularitas maupun menambah recehan dari honor pesinetron. Cukuplah Gonzales mengerek popularitasnya di lapangan hijau dengan menunjukkan jurus-jurus “maut”-nya mengocek bola.

Duh, kamu kok ya terkena “sihir” Raam Punjabi, sih. 🙂  Hati-hati, jangan sampai habis main “Islam KTP”, dirimu malah jadi pemain sepak bola KTP alias “pemain-pemainan.” Sayang sekali…

Tapi, jangan-jangan ini hanya kekhawatiran saya 🙂

Related

award
SPSAwArDS