Pandemi COVID-19 membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membatasi masyarakat di banyak aktivitas. Pemerintah berupaya meminimalisir jumlah orang yang terjangkit virus yang berawal di Wuhan itu. Namun, dampak dari pandemi pun tidak dapat dihindari.
“Penyebaran COVID-19 ini cukup mudah, cepat, dan luas menciptakan krisis kesehatan. Terlebih lagi, hingga saat ini vaksinnya belum ditemukan dan obat-obatan serta alat yang dibutuhkan tenaga medis juga terbatas,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada acara Government Roundtable: Komunikasi Publik di Era Digital yang diadakan oleh MarkPlus, Inc..
Tidak hanya memengaruhi aspek kesehatan, pandemi kemudian memberikan efek domino ke berbagai lini kehidupan masyarakat. Moeldoko menjelaskan semua kalangan menghadapi kesulitan dalam beraktivitas. Hal tersebut akhirnya memengaruhi aspek sosial karena sektor industri sulit untuk melakukan kegiatan yang menyerap tenaga kerja.
Dari aspek sosial tersebut, aspek ekonomi kemudian menerima dampaknya. Kinerja ekonomi mengalami penurunan tajam karena berbagai kegiatan ekonomi tidak berjalan dengan lancar. Konsumsi terganggu, investasi terhambat, ekspor dan impor pun mengalami kontraksi sehingga pertumbuhan ekonomi pun melambat.
Sedangkan dari aspek keuangan yang terjadi adalah fluktuasi. Hal tersebut jelas memengaruhi kepercayaan diri investor yang berdampak pada penurunan kinerja sektor riil dan diperparah dengan tekanan yang dihadapi berbagai industri.
Kini masyarakat dapat mulai beraktivitas di masa transisi dan semua aspek kehidupan diharapkan mampu pulih. Penerapan new normal tampaknya menjadi pilihan dari pemerintah untuk menyelamatkan kondisi ekonomi yang terdampak besar karena pandemi. Dengan beroperasinya kembali sektor industri, ekonomi diharapkan bisa kembali tumbuh.
Editor: Eko Adiwaluyo