Budidaya ikan dan tambak udang merupakan bisnis yang menjanjikan di Indonesia, terlebih wilayah Jawa Barat. Pasalnya, 1/3 produksi budidaya ikan berada di wilayah ini. Sayangnya, ada begitu banyak tantangan yang dihadapi para petani ikan, antara lain persoalan pemberian pangan. Berangkat dari solusi bisnis budidaya ikan yang disokong oleh Gibran Huzaifah, startup eFishery hadir membantu kehidupan ratusan petani ikan dan udang di Indonesia.
Seorang petani ikan dikatakan CEO eFishery Gibran Huzaifah bisa menghasilkan Rp 20 juta per siklus panen (tiga bulan), sementara pembudidaya udang mencapai Rp 200 juta per siklus. Yang menarik, jumlah penghasilan ini masih bisa bertambah jika petani mampu mengelola bisnis mereka dengan efisien.
“Jawa Barat merupakan provinsi terbesar untuk bisnis budidaya perikanan. Sayangnya, masih minim pemain yang mau menyentuh bisnis ini. Padahal peluang pasar begitu besar,” ungkap Gibran kepada Marketeers.
Hadir sebagai solusi bagi efisiensi bisnis budidaya ikan dan udang, eFishery mencoba menjawab persoalan pakan yang kerap menghantui para petani. Cara kerja lama para pembudidaya yang memberikan pakan dalam jumlah besar nyatanya sama sekali tak efisien.
Pertama, pakan yang terendam lama di dalam air akan larut dan mengurangi nutrisi yang ada. Kedua, ikan tidak sekaligus mengonsumsi seluruh pakan yang diberikan, untuk itu pembudidaya perlu memberikan pakan dalam jumlah sedikit namun dengan frekuensi yang cukup sering.
Sayangnya, keterbatasan waktu dan tenaga kerap membuat petani ikan dan udang hanya memberikan pakan tiga kali sehari dalam jumlah yang besar. Tak hanya itu, persoalan kecurangan oleh sejumlah pengelola kolam maupun pencurian yang terjadi di lapangan turut menjadi tantangan bisnis ini.
Memanfaatkan teknologi eFishery Smart Autofeeder, para petani dapat mengatur sendiri waktu pemberian pakan kepada ikan dan udang secara otomatis. Teknologi pemberian pakan ini dikatakan Gibran mampu menurunkan FCR/rendemen, mempercepat pertumbuhan ikan, dan memastikan panen yang maksimal.
“Jika sebelumnya petani hanya dapat memberikan pakan ikan tiga kali sehari, teknologi ini memungkinkan pemberian pakan hingga 30 kali sehari. Hasilnya, jika secara umum waktu panen mencapai tiga bulan, kini pembudidaya bisa memanen setiap dua bulan-lima hari atau yang empat bulan, kini hanya dalam tiga bulan sudah panen,” jelas Gibran.
Efek yang dibawa eFishery bukan sebatas mempercepat masa panen semata. Ketika para pembudidaya bisa memanen lebih banyak lantaran masa panen yang lebih singkat, semua biaya tahunan seperti biaya gaji ataupun listrik pada akhirnya dibagi dengan jumlah ikan yang lebih banyak. Alhasil, biaya ikan per kilo pun menjadi lebih rendah. eFishery pun telah membantu sekitar 400 petani yang mayoritas berada di Jawa Barat. Pertumbuhan bisnis eFishery dalam dua tahun terakhir mencapai 261 kali lipat.
Pencapaian ini tak lantas membuat Gibran puas. Sebagai perusahaan IoT, device bagi eFishery hanyalah salah satu tools untuk memperoleh data. “Data ini kemudian kami olah untuk mengetahui berapa banyak pakan yang digunakan, berapa banyak ikan yang mati sehingga kami dapat memprediksi kapan pembudidaya akan panen dan berapa besar jumlah panen tersebut,” jelas Gibran.
Dari sini, eFishery memanfaatkan data tersebut untuk membantu petani mendistribusikan produk mereka kepada rumah-rumah makan. Portofolio bisnis baru eFishery pun lahir, yakni Fish & Fresh.
Tahun ini, eFishery kian agresif. Usai menjangkau ribuan titik di sekitar 89 kabupaten di 20 provinsi di Indonesia, eFishery beberapa waktu lalu memulai pilot project di Thailand, Bangladesh, dan Vietnam. Tahun ini, eFishery siap melakukan pilot project di India dan China. Tak hanya itu, bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat, eFishery meluncurkan program pembangunan Kampung Perikanan Digital dengan target menciptakan 100 Kampung Perikanan Digital.
Editor: Sigit Kurniawan