Eksistensi media sosial tidak bisa dinomorduakan. Terlebih di era Marketing 4.0, yang mana, diperlukannya sebuah advokasi yang bersumber dari online dan offline. Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya seolah berlomba untuk mendapat hati para penggunanya. Dilansir dari SproutSocial, permintaan untuk menggunakan media sosial terus meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan gadget khususnya smartphone di suatu negara. Oleh sebab itu, brand-brand media sosial terus berinovasi dan tak henti membuat penggunanya terkejut.
Bahkan, dalam kata lain, kita tidak bisa memprediksi, akan seperti apa lanskap media sosial, bahkan dalam satu tahun ke depan, karena mereka akan terus berubah. Ada enam hal yang harus diperhatikan para pengguna media sosial marketing di tahun 2017 ini:
1. Lensa Artificial Inteligence dari Facebook dan Instagram
Hal ini memang bukan barang baru. Popularitas facial filter Snapchat yang mampu mengubah wajah pengguna rupanya jadi perhatian Facebook dan Instagram. Tampaknya mereka bergerak cepat menangkap tren ini. Buktinya, Facebook telah menguji coba layanan ini sejak 2016. Ini bisa jadi sinyal untuk kembali mengubah tren media sosial. Faktanya, menurut TechCrunch 100 juta orang di seluruh dunia sangat aktif menggunakan Instagram Stories dua bulan setelah rilis. Dengan adanya AI Lense ini, apakah sekadar pertarungan sengit, atau benar-benar mendisrupsi Snapchat?
2. Customer Care akan digantikan robot?
Menurut survei SproutSocial, orang mulai nyaman menyampaikan keluhannya di media sosial. Terbukti dari meningkatnya orang yang menginginkan respon keluhan secara cepat di media ini. Chatbots atau robot penjawab keluhan bisa jadi solusi terkini, yang dirancang untuk bisa menjawab keluhan-keluhan umum yang sering dilontarkan pelanggan. Hal tersebut bisa meningkatkan komunikasi dan juga engagement dengan konsumen karena kecepatan respon dan pelayanan. Lalu, akankah tenaga manusia tidak dibutuhkan? Tidak juga! Keep reading.
3. Konten berbayar semakin menggila
Tak diragukan, dengan sistem algoritma media sosial sedemikian rupa, orang semakin menginginkan konten yang sangat selektif untuk ditampilkan dalam media sosial mereka. Ini akan semakin mempersulit promosi organik para merek, karena mereka membutuhkan lebih dari sekadar kampanye biasa, melainkan targeted campaign. Fakta lain mengatakan, konten berbayar diramalkan meningkat pesat. Sebut saja Adobe, mereka akan menghabiskan USD 41 juta untuk berpromosi di media sosial. Oleh karena itu, sebuah content marketing yang baik mutlak diperlukan agar bisa engage dan menyentuh emosional audiens. Hal ini dilakukan agar bisa mengeluarkan dana seminimal mungkin dengan hasil yang sesuai harapan brand, konversi kah? Kesadaran merek kah? Athtau mungkin engagement.
4. Fitur bisnis dan analitik akan jadi primadona
Tak bisa dipungkiri, tren telah bergeser. Di era digital, semua hal bisa diukur dengan analisa digital. Tak seperti jaman dahulu, kita tidak bisa melihat berapa orang yang melihat baliho di pinggir jalan atau iklan yang ditampilkan di televisi. Kini, mulai dari berapa banyak yang melihat hingga perangkat apa yang mereka gunakan, semua bisa terlihat melalui analitik. Bahkan lokasi, jenis kelamin, dan kesukaan juga bisa terdeteksi. Bisa dibilang, saat Anda memutuskan untuk terjun ke dunia digital – katakanlah media sosial – saat itu juga Anda memutuskan untuk terkoneksi dengan orang lain di seluruh dunia. Survei KPMG mengatakan, 92% golongan C-Level sudah menggunakan analitik data untuk mendapatkan insight marketing perusahaan mereka. Dengan data analitik tersebut, bukan hanya perkembangan bisnis, para marketer bahkan bisa menganalisa posisi kompetitor. Pada akhirnya, data analitik mampu membantu pemasar untuk memilih sebuah keputusan dengan lebih cermat yang sesuai dengan kondisi konsumen.
5. Tak Semua yang Otomatis itu baik
Robotic customer care memang akan ramai digunakan tahun ini. Tapi mengacu pada Marketing 4.0, dimana peralihan ke digital belum bisa sepenuhnya dilakukan. Masih perlu sentuhan manusia di setiap bisnis. Begitu juga di tahun 2017 ini, konsumen masih menginginkan sentuhan manusia daripada otomatisasi yang lebih terasa robot. Walaupun otomatisasi terdengar lebih efisien, namun, merek yang tetap menggunakan sentuhan manusia akan lebih disukai oleh konsumen. Untuk mendapatkan respon manusia, merek harus bisa membedakan, mana efisiensi, mana yang sekadar autopilot. Anda mungkin bisa mencoba beberapa hal berikut:
- Gulirkan kampanye yang bisa memancing respon konsumen
- Dengarkan konsumen Anda, jangan sekadar berpromosi
- Bangun kedekatan organik dengan berhubungan yang baik
- Hindari kampanye yang terlalu lama dari event yang Anda buat
- Jadilah diri sendiri, dan berikan respon humanis
6. Lebih mudah genjot advokasi dengan Social Shopping & Instant Purchases
Walaupun marketplace semakin ramai dibicarakan, jangan abaikan Social Commerce. Dengan engagement, pembelian barang melalui media sosial jauh lebih mudah dilakukan. Konsumen akan semakin senang membeli barang dari brand yang mereka ikuti di Instagram. Bahkan dengan begini, akan menaikkan tingkat advokasi dengan mudah. Konsumen yang membeli di Instagram akan merasa bangga karena menggunakan merek tertentu dari online shop tertentu. Mereka akan lebih mudah mem-posting foto mereka dengan barang yang mereka beli, tentunya, dengan memberitahukan, merek apa yang mereka gunakan, dan dimana mereka membelinya. Tapi ingat, merek tidak bisa sembarangan mendapatkan advokasi ini, mereka tetap membutuhkan interaksi humanis, agar orang bukan hanya membeli karena kualitas barang, namun karena pelayanan yang juga baik. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan trust dari para calon konsumen.
Kesimpulannya, dunia digital yang semakin inklusif, merek ditantang untuk bisa fleksibel dan menyesuaikan dengan target market. Kapan saatnya mereka berpromosi, kapan saatnya mereka berinteraksi dengan konsumen, dan kapan saatnya mereka melakukan penjualan.
Media sosial memang alat canggih yang bukan hanya sebagai media pertemanan semata. Namun kini telah berubah menjadi media yang bisa mempengaruhi sisi emosional masyarakat. Giliran Anda, akan menggunakan yang mana untuk bisnis Anda?
Editor: Jaka Perdana