Endorsement Mulai Kehilangan Kekuatan, Tren Influencer Marketing Meredup?

marketeers article
Tren Influencer Marketing Masih Efektif Buat Jualan, Memang Iya?. (123rf.com)

Dalam satu dekade terakhir, tren influencer marketing menjadi salah satu strategi pemasaran yang digandrungi oleh banyak brand.

Namun, dengan dinamika digital yang terus berubah, pertanyaan besar muncul: apakah influencer marketing masih relevan dan efektif untuk meningkatkan penjualan?

BACA JUGA: 5 Strategi Influencer Marketing untuk Menyasar Generasi Tertentu

Ignatius Untung, seorang Praktisi Marketing dan Behavioral Science, menjelaskan fenomena menarik di balik naik-turunnya efektivitas influencer marketing.

“Beberapa tahun lalu, ketika media sosial mulai booming, banyak anak muda bercita-cita menjadi influencer. Hal ini sejalan dengan tren di mana brand mengalokasikan anggaran besar untuk kolaborasi dengan Key Opinion Leaders (KOL),” kata Untung dalam Program Market Think 137, Marketeers TV.

Pada masa jayanya, banyak konsumen memutuskan membeli produk hanya karena melihat rekomendasi dari influencer favorit mereka. Namun, efektivitas ini perlahan memudar akibat sejumlah faktor yang kompleks.

Salah satu alasan utama influencer begitu efektif di awal adalah karena mereka dianggap sebagai pihak ketiga yang netral, berbeda dari brand yang sering kali penuh klaim sepihak.

“Kepercayaan ini didukung oleh fenomena Fear of Missing Out (FOMO), di mana konsumen merasa perlu mengikuti tren yang diciptakan oleh influencer. Namun, kepercayaan ini tidak bertahan selamanya,” ujarnya.

Meningkatnya jumlah influencer menciptakan pilihan yang begitu banyak sehingga mempersulit brand untuk memilih kolaborator yang tepat. Fenomena ini dikenal sebagai choice overload, yang membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih rumit.

Akibatnya, banyak brand salah memilih influencer, yang pada akhirnya tidak memberikan dampak yang diharapkan. Selain itu, semakin banyaknya influencer menyebabkan dunia influencer menjadi penuh sesak.

“Hal ini membuat mereka kesulitan membangun personal branding yang unik. Ketika pesan yang disampaikan terlihat serupa, baik oleh influencer maupun oleh brand, konsumen cenderung mengabaikannya,” jelas Untung.

Dalam jangka panjang, audiens pun beradaptasi. Fenomena adapt and ignore menjadi hal yang nyata, di mana endorsement yang dulunya efektif menciptakan rasa urgensi kini kehilangan kekuatannya.

“Konsumen semakin sadar bahwa endorsement adalah bentuk iklan berbayar, yang membuat kenetralan influencer sering kali dipertanyakan,” ungkapnya.

Meski demikian, influencer marketing tidak sepenuhnya kehilangan daya tariknya. Untuk tetap relevan, brand perlu lebih selektif dalam memilih influencer.

Influencer yang efektif adalah mereka yang memiliki niche spesifik dan reputasi yang kuat di bidangnya. Misalnya, Tasya Farasya di dunia kecantikan atau Fitra Eri di otomotif. Mereka tidak hanya konsisten dengan konten mereka, tetapi juga menjaga integritas dengan tidak sembarangan menerima endorsement,” tambah Untung.

Selain itu, kreativitas dalam menyampaikan pesan brand menjadi faktor penting. Influencer yang mampu mengemas konten secara menarik akan menghasilkan engagement yang lebih tinggi, sehingga jangkauan audiens menjadi lebih luas.

BACA JUGA: Makin Diminati, 72% Influencer Kebanjiran Job Kolaborasi dengan Brand

Keberhasilan tren influencer marketing tidak hanya ditentukan oleh jumlah pengikut, tetapi juga oleh kemampuan mereka dalam membangun kepercayaan dan menyampaikan pesan brand secara meyakinkan. Dengan strategi yang tepat, influencer marketing tetap menjadi alat yang relevan dan efektif dalam dunia bisnis.

Influencer yang efektif bukan hanya mereka yang memiliki banyak follower, tetapi mereka yang mampu mengemas pesan brand secara kreatif dan terpercaya,” tutup Untung.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS