Oleh Timotius Devin, Co-Founder Konvergen AI
Dewasa ini, teknologi berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) semakin akrab di telinga kita. Perkembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan bukan hanya dilakukan oleh perusahaan teknologi, tetapi juga perusahaan non-teknologi, seperti lembaga keuangan, telekomunikasi, hingga FMCG (Fast Moving Consumer Goods). Industri perbankan digital misalnya, calon nasabahnya kini dapat membuka rekening dari mana saja melalui aplikasi mobile banking. Dokumen identitas seperti E-KTP dan NPWP akan dibaca secara otomatis oleh kecerdasan buatan, kemudian informasi data diri akan terisi, dan formulir pembukaan rekening siap diajukan.
Pengolahan citra digital atau digital image processing menjadi salah satu bidang yang kemajuannya dipengaruhi oleh berkembangnya kecerdasan buatan. Penemuan algoritma convolutional neural network menjadi terobosan bagi pengolahan citra digital. Pendekatan berbasis kecerdasan buatan ini memungkinkan mesin untuk belajar dan mengenali objek hingga huruf, hal ini menjadi dasar pengembangan pengolah citra digital modern kini. Seperti kemajuan teknologi IR (Image Recognition) yang mampu belajar dan mengenali berbagai objek secara spesifik bahkan mengenali objek yang dianggap tidak biasa (anomaly). Teknologi lainnya seperti OCR (Optical Character Recognition) kini mampu untuk mengenali dan membaca tulisan hasil cetak maupun tulisan tangan pada dokumen hasil pindai dan foto.
Pandemi dan otomasi di Indonesia
Tak terkecuali di Indonesia, teknologi berbasis kecerdasan buatan juga berkembang pesat seperti digitalisasi dan otomasi misalnya. Berkembangnya otomasi menimbulkan kekhawatiran, pasalnya otomasi akan menghilangkan banyak lapangan pekerjaan. McKinsey dalam laporannya memperkirakan bahwa pada tahun 2030 otomasi akan menghilangkan 23 juta lapangan pekerjaan, tetapi kehadiran otomasi menciptakan 27 46 juta lapangan pekerjaan baru, termasuk 10 juta jenis lapangan pekerjaan baru. Sektor manufaktur, konstruksi, retail dan kesehatan menjadi industri yang diprediksi akan paling diuntungkan dengan otomasi ini.
Seperti tidak mau kehilangan momentum, pemerintah Indonesia menerbitkan cetak biru pengembangan kecerdasan buatan pada 2020 lalu. Cetak biru ini menjadi roadmap untuk percepatan implementasi teknologi berbasis kecerdasan buatan untuk bidang pembangunan, keuangan, hingga kesehatan. Kehadiran pandemi COVID-19 seakan menjadi katalis dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan khususnya digitalisasi dan otomasi.
Tak hanya sampai di situ, Cognizant dalam Forbes memperkirakan otomasi akan menjadi primadona bersama bisnis digital di masa setelah pandemi, lebih dari 25% pekerjaan pengolahan data, analisis, hingga rekomendasi akan dilakukan dengan otomasi. Cetak biru yang diterbitkan pemerintah akan menjadi kerangka pengembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan oleh industri sehingga meskipun saat ini kita menghadapi pandemi, kita tidak kehilangan momentum untuk bertumbuh.
Pandemi COVID-19 memaksa semua industri berlomba beradaptasi dengan implementasi teknologi, dari rapat daring hingga pelayanan tanpa tatap muka yang mau tidak mau harus
dijalani. Hal ini menjadi peluang untuk memulai digitalisasi dan otomasi sebagai langkah pertama menghadapi tantangan pandemi ini. Sebagai contoh, pembacaan dokumen kini dapat dilakukan secara otomatis dengan implementasi OCR.
Lebih dari itu, implementasi OCR berbasis kecerdasan buatan mampu mempelajari dan memahami berbagai jenis dokumen dengan cepat dan efisien, meskipun dokumen itu memiliki format yang berbeda-beda. Selain untuk otomasi pembacaan dokumen, implementasi IR berbasis kecerdasan buatan dapat membantu canvasser untuk melakukan kunjungan ke toko dalam waktu lebih singkat, selain meningkatkan efektifitas hal ini juga mendukung percepatan pemulihan pandemi dengan tidak berkerumun di toko terlalu lama.
Masa memuliakan manusia
Kita manusia pada akhirnya akan menjadi pihak yang paling diuntungkan dari berkembangnya teknologi berbasis kecerdasan, khususnya otomasi. Bukan hanya pembacaan dokumen otomatis, segera kita akan menikmati analisis dokumen otomatis untuk membantu pengambilan keputusan. Perkembangan ini sejatinya mengarahkan kita (manusia) untuk kembali sebagai pengambil keputusan. Kecerdasan buatan membantu kita mengambil keputusan lebih cepat, efisien, dan mudah. Kolaborasi ini bukan hanya menjadikan kita bekerja lebih optimal (towards optimality), lebih dari itu hal ini memuliakan kita, manusia (dignify humankind).
*Rubrik ini merupakan rubrik kolaborasi Marketeers x GDP