Faisal Basri: “Bola di Tangan Pemerintah”

marketeers article

Tanpa terasa tahun 2012 nyaris berakhir. Satu hal yang menggembirakan, meskipun sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa tengah bergerilya untuk bangkit dari keterpurukan, Indonesia masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang apik.

Sektor konsumsi domestik memang masih menjadi penopang utama. Namun lambat laun, sektor investasi mulai menunjukkan perbaikan di tengah minimnya belanja pemerintah.  Lantas seperti apa rapor perekonomian Indonesia pada tahun 2012 ini? Dan seperti apa prospek Indonesia di tahun 2013? Untuk mengetahuinya, simaklah interview Hendra Soeprajitno dari Marketeers bersama Pengamat Ekonomi Faisal Basri. Berikut nukilannya:

Tahun 2012 akan segera berakhir. Bagaimana Anda melihat pencapaian Indonesia ?

Jika kita menggunakan persepektif perbandingan, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mampu mempertahankan pertumbuhan di angka 6%, yaitu antara 6,2%-6,4%. Artinya ekonomi Indonesia masih sangat stabil. Padahal negara lain, seperti China dan India sedang mengalami penurunan ekonomi. Jadi menurut prediksi International Monetary Fund (IMF), Asean tumbuh sekitar 5%an pada tahun 2012. Nah, sebagian besar pertumbuhan itu dikontribusi oleh Indonesia. Sehingga sampak ahir 2012 ini, saya memprediksi Indonesia masih bisa tumbuh 6,3%.

Namun sektor private consumption masih terlalu mendominasi. Apa pandangan Anda?

Yang membuat Indonesia semakin bisa mengompensasikan penurunan ekspor adalah sektor konsumsi masyarakat karena jumlah populasi dengan umur produktif di Indonesia sangat banyak. Sektor private consumption masih tumbuh 5,7% pada triwulan ketiga 2012. Yang bikin ulah adalah pemerintah, karena sektor government spending turun. Jika seandainya naik, maka kita bisa tumbuh di atas 6,3%. Itulah yang membuat terkadang kita gerang. Seharusnya tugas pemerintah adalah mendukung, sedangkan yang terjadi justru sebaliknya.

Selain itu, sektor investasi juga mulai tumbuh double digit. Harapannya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa sustainable, apabila kita bisa mempertahankan semua ini. Risiko yang sedang kita hadapi, sebenarnya cuma satu, yaitu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Itulah kenapa Standard & Poor’s (S&P) belum menaikkan peringkat Indonesia menjadi investment grade.

Selengkapnya silakan baca di Majalah Marketeers edisi Desember 2012. 

 

Related

award
SPSAwArDS